www.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.ws

PKS Menjawab Pertanyaan

Oleh : Dewan Syariah PKS


8 PERTANYAAN
YANG SERING MUNCUL DALAM DIRECT SELLING

1. Kenapa PKS menyebut diri Partai Dakwah, apa hubungannya politik dengan dakwah, dan kenapa ustadz-ustadz ikut berpolitik di PKS
2. Apa yang sudah dilakukan PKS untuk kesejahateraan Rakyat. Kenapa elite PKS terlihat seperti tidak peka dengan penderitaan rakyat, hidup mewah dan berpenampilan mentereng
3. Kenapa PKS berkoalisi dengan partai nasionalis dan partai kristen mengusung kandidat yang punya masa lalu sangat buruk pada PILKADA, padahal ada kandidat yang lebih jelas kesholehannya. Kenapa pula PKS terima uang dari Kandidat pada beberapa PILKADA?
4. Apakah PKS anti Qunut, Tahlilan, Maulid, dan Yasinan?
5. Kalau PKS Partai Islam, apa bedanya dengan partai lain yang tidak pake embel-embel Islam?
6. Kenapa PKS berubah, tadinya tampil sangat Islami, sekarang malah menyebut diri dengan Partai Terbuka
7. Kenapa iklan PKS menyebut Suharto pahlawan dan guru bangsa?
8. Adakah perpecahan di kubu DPP PKS? Katanya ada kubu Sejahtera dan Keadilan


PKS MENJAWAB
1. Kenapa PKS menyebut diri Partai Dakwah, apa hubungannya politik dengan dakwah, dan kenapa pula ustadz ikut-ikutan berpolitik
Sebutan Partai Dakwah bagi PKS

Partai Keadilan Sejahtera mengusung slogan atau menisbatkan diri sebagai partai da’wah bukanlah tiba-tiba, sebutan aktivis dakwah sudah disandang oleh para kader PKS bahkan sebelum mereka membentuk partai. Itu dikarenakan mereka dulunya adalah aktifis dakwah di kampus-kampus dan tokoh-tokoh yang sering mengisi pengajian rutin pada berbagai majelis ta'lim dan kelompok-kelompok pengajian masyarakat. Olehnya itu, tidak heran jika setelah membentuk partai, kegiatannyapun sangat sarat dengan nuansa da’wah, baik itu dalam bentuk dakwah billisan, bilmaal, biljawarih, dan bilqolam. Yang pasti, kader-kader PKS sebelum berpartai politik, sudah berda’wah sesuai kemampuan dan kondisi masing-masing. Karena itu, kader-kader PKS tetap berda’wah, dan akan terus memperluas da’wah di partai politik atau tidak di partai politik, itu karena panglima mereka adalah dakwah. Jadi Kader partai keadilan sejahtera akan terus berdakwah di parlemen atau bukan di parlemen. Hanya saja disadari bahwa berdakwah di jalur politik dengan terjun di parlemen banyak yang bisa diakses untuk dapat membantu pengembangan da’wah yang sebelumnya sulit, atau bahkan tidak dapat diakses.

Hubungan Dakwah dan Politik
Allah SWT telah menurunkan Risalah terakhir yang merangkum seluruh risalah nabi-nabi sebelumnya. Risalah yang bersifat "syaamilah mutakaamilah" (komprehensif dan integral). Risalah yang tidak ada satupun dimensi kehidupan kecuali ia mengaturnya secara sistemik baik secara global maupun secara spesifik. Oleh karenanya, Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (البقرة : 208)
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." QS 2:208
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (المائدة : 48)
"Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu." 5:48

Dua ayat di atas menggambarkan bahwa Islam adalah risalah terakhir yang sengaja diturunkan sebagai "way of life" (cara hidup) bagi seluruh manusia. Oleh karenanya ia bicara tentang seluruh dimensi kehidupan manusia. Baik dimensi aqidah, ibadah dan maupun dimensi akhlak. Dan yang termasuk dalam tiga dimensi ini adalah masalah ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan. Di sini, tidak boleh ada yang melakukan dikotomi dalam ajaran Islam. Tidak ada yang mengatakan: "Islam Yes, Politik No", dan tidak ada lagi yang mengatakan: "Dakwah Yes, Politik No". atau mengatakan: "Yang penting adalah aqidah, yang lain nggak penting."
Selanjutnya bagaimana kita memiliki pemahaman yang komprehensif ini dan memperjuangkannya dalam kehidupan kita. Yang akhirnya lahirlah pencerahan dan perbaikan dalam dunia ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang berimpact kepada kebaikan dan maslahat ummat.
Keberhasilan dan kesuksesan berpolitik atau jihad siyasi harus berimpact kepada dimensi kehidupan yang lain. Harus berimpact kepada dunia pendidikan dan dakwah. Yang berujung kepada pencerdasan anak bangsa dan pencetakan generasi rabbani. Harus berimpact kepada dunia ekonomi dan sosial budaya. Yang berakhir kepada pemeliharaan aset-aset negara dan pendayagunaan kepada masyarakat yang lebih luas. Begitu juga mampu memelihara identitas atau jati diri bangsa yang bertumpu pada pondasi sprituil dalam aspek sosial budaya.
Seruan dan anjuran kepada para kader Partai Dakwah untuk kembali ke barak atau ke dunia dakwah saja dengan pemahaman yang sempit karena alasan bahwa dunia politik adalah dunia "rawan dan beranjau", dunia yang sarat dengan kebohongan, ketidak jujuran, khianat, gunjing-menggunjing, halal menjadi haram, haram menjadi halal, adalah sebuah seruan kemunduran dalam berdakwah. Bukankah seruan ini seperti orang yang mengatakan dulu: "Islam Yes, Politik No". sebuah adigium yang dulu merupakan musuh bersama para da'I yang mengajak kembali manusia kepada Islam secara kaffah/komprehensif.
Dan bila ada sebagian kader yang tergelincir dan terjerumus dalam permainan sistem yang destruktif negatif, maka tugas struktur Partai Dakwah adalah bagaimana menyiapkan sarana dan prasarana bagi para kader yang melakukan jihad siyasi dan yang terjun di dunia politik agar tetap istiqamah dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya dan tetap menjaga integritas diri.

Apakah ada pertentangan antara dakwah dan siyasah? Jawaban pertanyaan ini akan menyelesaikan kerisauan dan kegamangan kita dalam melakukan kerja-kerja dakwah selanjutnya yang bersinggungan dengan dunia politik dan langkah meraih kemenangan "Jihad Siyasi" dalam perhelatan pemilu mendatang.
Ayat di atas dan pengertian Islam yang didefinisikan oleh Asy-Syahid di bawah ini adalah dalil yang menunjukkan tentang titik temunya amal da'awi dan amal siyasi dalam bingkai keislaman. Jadi tidak ada samasekali pertentangan antara dunia Dakwah dengan dunia Politik. Coba kita renungkan pernyataan Beliau dalam "Risalatut Ta'lim": ٍٍ
الإسلامُ نِظَامٌ شَامِلٌ يَتَنَاوَلُ مَظَاهِرَ الحَيَاةِ جَمِيْعًا فهو دَوْلَةٌ وَوَطَنٌ أَوْ حُكَُوْمَةٌ وَأُمَّةٌ، وَهُوَ خُلُقٌ وَقَوَّةٌ أَوْ رَحْمَةٌ وَعَدَالَةٌ، وَهُوَ ثَقَافَةٌ وَقَانُوْنٌ أَوْ عِلْمٌ وَقَضَاءٌ، وَهُوَ مَادَّةٌ وَثَرْوَةٌ أَوْ كَسْبٌ وَغَِنىً، وَهُوَ جِهَادٌ وَدَعْوَةٌ أَوْ جَيْشٌ وَفِكْرَةٌ، كَمَا هُوَ عَقِيْدَةٌ صَادِقَةٌ وَعِباَدَةٌ صَحِيْحَةٌ سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ
"Islam adalah nidzam (aturan) komprehensif yang memuat seluruh dimensi kehidupan. Ia adalah daulah dan tanah air atau pemerintahan dan ummat, ia adalah akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Ia adalah tsaqafah (wawasan) dan qanun (perundang-undangan) atau keilmuan dan peradilan, ia adalah materi dan kesejahteraan atau profesi dan kekayaan. Ia adalah jihad dan dakwah atau militer dan fikrah, sebagaimana ia adalah aqidah yang benar dan ibadah yang shohih ( benar)."
Dakwah yang bertujuan menyeru manusia untuk kembali kepada nilai-nilai Islam secara komprehensif bisa dilakukan oleh kader di manapun ia berada dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, petani, buruh dan politikus (aleg). Jadi dakwah bukan suatu yang antagonis dengan dunia politik, akan tetapi dunia politik merupakan salah satu lahan dakwah.

Para Ustadz Berpolitik lewat PKS

Seruan Para Ulama untuk Mendukung Dakwah Lewat Parlemen
Jika ada yang berpandangan bahwa keterlibatan kader-kader dakwah di jalur politik dipandang sebagai perbuatan yang sesat dengan alasan perbuatan seperti itu tidak pernah dicontohkan Nabi dan para sahabat. Bahkan sebagian dari mereka sampai mengeluarkan statemen unik, yaitu bahwa ikut pemilu dan terlibat pada aktifitas kepartaian merupakan sebuah bid'ah dhalalah, di mana pelakunya pasti akan masuk neraka, ditambah lagi pandangan sebagian mereka bahwa sistem pemilu, partai politik dan ide demokrasi merupakan hasil pemikiran orang-orang kafir. Sehingga semakin haram saja hukumnya, itu bisa dipahami karena memang Rasulullah SAW dan para shahabat tidak pernah ikut pemilu dan berpartai dengan tata cara yang kita lakukan sekarang, sebab pemilu dan partai hanyalah sebuah fenomena zaman tertentu dan bukan esensi. Lagi pula, tidak terlibatnya Nabi SAW dalam urusan pemilu dan parpol, bukanlah dalil yang sharih dari haramnya kedua hal itu. Demikian pula penilaian bahwa asal usul pemilu, partai dan demokrasi konon dari orang kafir, itu juga tidak otomatis menjadikan hukumnya haram.

Sebenarnya memang tidak ada satu pun ayat Quran atau hadits Nabi SAW yang secara zahir mengharamkan partai politik, pemilu atau demokrasi. Sebagaimana juga tidak ada dalil yang secara zahir membolehkannya. Kalau pun ada fatwa yang mengharamkan atau membolehkan, semuanya berangkat dari istimbath hukum yang panjang. Tidak berdasarkan dalil-dalil yang tegas dan langsung bisa dipahami.
Namun tidak sedikit dari ulama yang punya pandangan jauh dan berupaya melihat realitas social politik masyarakat muslim memandang bahwa meski pemilu, partai politik serta demokrasi datang dari orang kafir, tetapi manfaat dan mashlahatnya tidak bias dinafikan. Berikut ini petikkan beberapa pendapat ulama tentang persoalan tersebut.

Apa komentar para ulama tentang masuknya kader-kader dakwah ke dalam parlemen? Dan apakah mereka membid'ahkannya? Sebagaimana yang banyak kita dengar dari pengikut-pengikut ulama tersebut.
Ternyata anggapan yang menyalahkan dakwah lewat parlemen itu keliru, sebab ada sekian banyak ulama Islam yang justru berkeyakinan bahwa dakwah lewat parlemen itu boleh dilakukan. Bahkan sebagiannya memandang bahwa bila hal itu merupakan salah satu jalan sukses menuju kepada penegakan syariat Islam, dan implementasi nilai-nilai Islam, maka hukumnya menjadi wajib.
Di antara para ulama yang memberikan pendapatnya tentang kebolehan atau keharusan dakwah lewat parlemen antara lain:
1. Imam Al-'Izz Ibnu Abdis Salam
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
3. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
4. Muhammad Rasyid Ridha
5. Syeikh Abdurrahman Bin Nashir As-Sa'di: Ulama Qasim
6. Syeikh Ahmad Muhammad Syakir: Muhaddis Lembah Nil
7. Syeikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi
8. Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
9. Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin
10. Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-AlBani
11. Syeikh Dr. Shalih bin Fauzan
12. Syeikh Abdullah bin Qu'ud
13. Syeikh Dr. Umar Sulaiman Al-'Asyqar
14. Syeikh Abdurrahman bin Abdul Khaliq
Kalau diperhatikan, yang mengatakan demikian justru para ulama yang sering dianggap kurang peka pada masalah politik praktis. Ternyata gambaran itu tidak seperti yang dikira sebelumnya. Siapakah yang tidak kenal Bin Baz, Utsaimin, Albani, Asy-Syinqithi, Shalih Fauzan dan lainnya?. Inilah penjelasan mereka:

1. Pendapat Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
a. Fatwa Pertama
Sebuah pertanyaan diajukan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz tentang dasar syariah mengajukan calon legislatif untuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pertimbangan hukum Islam atas kartu peserta pemilu dengan niat memilih para da'i atau aktifis dakwah sebagai anggota legislatif. Maka beliau menjawab:
«إنما الأعمال بالنيات، وإنما لامرىء مانوى»
Rasulullah SAW bersabda bahwa setiap amal itu tergantung pada niatnya. Setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya. Oleh karena itu tidak ada masalah untuk masuk ke parlemen bila tujuannya memang membela kebenaran serta tidak menerima kebatilan. Karena hal itu memang membela kebenaran dan dakwah kepada Allah SWT.
Begitu juga tidak ada masalah dengan kartu pemilu yang membantu terpilihnya para da'i yang shalih dan mendukung kebenaran dan para pembelanya, wallahul muwafiq.

b. Fatwa Kedua
Di lain waktu, sebuah pertanyaan diajukan kepada Syeikh Bin Baz: Apakah para ulama dan du'at wajib melakukan amar makruf nahi munkar dalam bidang politik? Dan bagaimana aturannya?
Beliau menjawab bahwa dakwah kepada Allah SWT itu mutlak wajibnya di setiap tempat. Amar makruf nahi munkar pun begitu juga. Namun harus dilakukan dengan hikmah, uslub yang baik, perkataan yang lembut, bukan dengan cara kasar dan arogan. Mengajak kepada Allah SWT di DPR, di masjid atau di masyarakat.
Lebih jauh beliau menegaskan bahwa bila dia memiliki bashirah dan dengan cara yang baik tanpa berlaku kasar, arogan, mencela atau ta'yir melainkan dengan kata-kata yang baik.
Dengan mengatakan wahai hamba Allah, ini tidak boleh semoga Allah SWT memberimu petunjuk. Wahai saudaraku, ini tidak boleh, karena Allah berfirman tentang masalah ini begini dan Rasulullah SAW bersabda dalam masalah itu begitu. Sebagaimana firman Allah SWT:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (النحل: 125ا)
Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS An-Nahl: 125).
Ini adalah jalan Allah dan ini adalah taujih Rabb kita. Firman Allah SWT:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (ال عمران: 159)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu? (QS Ali Imran: 159)
Dan tidak merubah dengan tangannya kecuali bila memang mampu. Seperti merubah isteri dan anak-anaknya, atau seperti pejabat yang berpengaruh pada sebuah lembaga. Tetapi bila tidak punya pengaruh, maka dia mengangkat masalah itu kepada yang punya kekuasaan dan memintanya untuk menolak kemungkaran dengan cara yang baik.

c. Fatwa Ketiga
Majalah Al-Ishlah pernah juga bertanya kepada Syeikh yang pernah menjadi Mufti Kerajaan Saudi Arabia. Mereka bertanya tentang hukum masuknya para ulama dan du'at ke DPR, parlemen serta ikut dalam pemilu pada sebuah negara yang tidak menjalankan syariat Islam. Bagaimana aturannya?
Syaikh Bin Baz menjawab bahwa masuknya mereka berbahaya, yaitu masuk ke parlemen, DPR atau sejenisnya. Masuk ke dalam lembaga seperti itu berbahaya namun bila seseorang punya ilmu dan bashirah serta menginginkan kebenaran atau mengarahkan manusia kepada kebaikan, mengurangi kebatilan, tanpa rasa tamak pada dunia dan harta, maka dia telah masuk untuk membela agam Allah SWT, berjihad di jalan kebenaran dan meninggalkan kebatilan. Dengan niat yang baik seperti ini, saya memandang bahwa tidak ada masalah untuk masuk parlemen. Bahkan tidak selayaknya lembaga itu kosong dari kebaikan dan pendukungnya.
Bila dia masuk dengan niat seperti ini dengan berbekal bashirah hingga memberikan posisi pada kebenaran, membelanya dan menyeru untuk meninggalkan kebatilan, semoga Allah SWT memberikan manfaat dengan keberadaannya hingga tegaknya syariat dengan niat itu. Dan Allah SWT memberinya pahala atas kerjanya itu.
Namun bila motivasinya untuk mendapatkan dunia atau haus kekuasaan, maka hal itu tidak diperbolehkan. Seharusnya masuknya untuk mencari ridha Allah, akhirat, membela kebenaran dan menegakkannya dengan argumen-argumennya, niscaya majelis ini memberinya ganjaran yang besar.

d. Fatwa Keempat
Pimpinan Jamaah Ansharus sunnah Al-Muhammadiyah di Sudan, Syaikh Muhammad Hasyim Al-Hadyah bertanya kepada Syaikh bin Baz pada tanggal 4 Rabi'ul Akhir 1415 H. Teks pertanyaan beliau adalah:
Dari Muhammad Hasyim Al-Hadyah, Pemimpin Umum Jamaah Ansharus-Sunnah Al-Muhammadiyah di Sudan kepada Samahah Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, mufti umum Kerajaan Saudi Arabia dan Ketua Hai'ah Kibar Ulama wa Idarat Al-buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta'.
Assalamu 'alaikum Wr. Wb. Saya mohon fatwa atas masalah berikut:
Bolehkah seseorang menjabat jabatan politik atau adminstratif pada pemerintahan Islam atau kafir bila dia seorang yang shalih dan niatnya mengurangi kejahatan dan menambah kebaikan? Apakah dia diharuskan untuk menghilangkan semua bentuk kemungkaran meski tidak memungkinkan baginya? Namun dia tetap mantap dalam aiqdahnya, kuat dalam hujjahnya, menjaga agar jabatan itu menjadi sarana dakwah. Demikian, terima kasih wassalam.
Jawaban Seikh Bin Baz:
Wa 'alaikumussalam wr wb. Bila kondisinya seperti yang Anda katakan, maka tidak ada masalah dalam hal itu. Allah SWT berfirman,"Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan." Namun janganlah dia membantu kebatilan atau ikut di dalamnya, karena Allah SWT berfirman,"Dan janganlah saling tolong dalam dosa dan permusuhan." Waffaqallahul jami' lima yurdhihi, wassalam wr. Wb.
Bin Baz

2. Wawancara dengan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin
Pada bulan Oktober 1993 edisi 42, Majalah Al-Furqan Kuwait mewawancarai Syaikh Muhammad bin shalih Al-'Utsaimin, seorang ulama besar di Saudi Arabia yang menjadi banyak rujukan umat Islam di berbagai negara. Berikut ini adalah petikan wawancaranya seputar masalah hukum masuk ke dalam parlemen.
Majalah Al-Furqan :. Fadhilatus Syaikh Hafizakumullah, tentang hukm masuk ke dalam majelis niyabah (DPR) padahal negara tersebut tidak menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, apa komentar Anda dalam masalah ini?
Syaikh Al-'Utsaimin : Kami punya jawaban sebelumnya yaitu harus masuk dan bermusyarakah di dalam pemerintahan. Dan seseorang harus meniatkan masuknya itu untuk melakukan ishlah (perbaikan), bukan untuk menyetujui atas semua yang ditetapkan.
Dalam hal ini bila dia mendapatkan hal yang bertentangan dengan syariah, harus ditolak. Meskipun penolakannya itu mungkin belum diikuti dan didukung oleh orang banyak pada pertama kali, kedua kali, bulan pertama, kedua, ketiga, tahun pertama atau tahun kedua, namun ke depan pasti akan memiliki pengaruh yang baik.
Sedangkan membiarkan kesempatan itu dan meninggalkan kursi itu untuk orang-orang yang jauh dari tahkim syariah merupakan tafrit yang dahsyat. Tidak selayaknya bersikap seperti itu.
Majalah Al-Furqan : Sekarang ini di Majelis Umah di Kuwait ada Lembaga Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Ada yang mendukungnya tapi ada juga yang menolaknya dan hingga kini masih menjadi perdebatan. Apa komentar Anda dalam hal ini, juga peran lembaga ini. Apa taujih Anda bagi mereka yang menolak lembaga ini dan yang mendukungnya?
Syaikh Al-Utsaimin: Pendapat kami adalah bermohon kepada Allah SWT agar membantu para ikhwan kita di Kuwait kepada apa yang membuat baik dien dan dunia mereka. Tidak diragukan lagi bahwa adanya Lembaga Amar Makmur Nahi Munkar menjadikan simbol atas syariah dan memiliki hikmah dalam muamalah hamba Allah SWT. Jelas bahwa lembaga ini merupakan kebaikan bagi negeri dan rakyat. Semoga Allah SWT menyukseskannya buat ikhwan di Kuwait.
Pada bulan Zul-Hijjah 1411 H bertepatan dengan bulan Mei 1996 Majalah Al-Furqan melakukan wawancara kembali dengan Syaikh Utsaimin:
Majalah Al-Furqan: Apa hukum masuk ke dalam parlemen?
Syaikh Al-'Utsaimin: Saya memandang bahwa masuk ke dalam majelis perwakilan (DPR) itu boleh. Bila seseorang bertujuan untuk mashlahat baik mencegah kejahatan atau memasukkan kebaikan. Sebab semakin banyak orang-orang shalih di dalam lembaga ini, maka akan menjadi lebih dekat kepada keselamatan dan semakin jauh dari bala'.
Sedangkan masalah sumpah untuk menghormati undang-undang, maka hendaknya dia bersumpah untuk menghormati undang-undang selama tidak bertentangan dengan syariat. Dan semua amal itu tergantung pada niatnya di mana setiap orang akan mendapat sesuai yang diniatkannya.
Namun tindakan meninggalkan majelis ini buat orang-orang bodoh, fasik dan sekuler adalah perbuatan ghalat (rancu) yang tidak menyelesaikan masalah. Demi Allah, seandainya ada kebaikan untuk meninggalkan majelis ini, pastilah kami akan katakan wajib menjauhinya dan tidak memasukinya. Namun keadaannya adalah sebaliknya. Mungkin saja Allah SWT menjadikan kebaikan yang besar di hadapan seorang anggota parlemen. Dan dia barangkali memang benar-benar menguasai masalah, memahami kondisi masyarakat, hasil-hasil kerjanya, bahkan mungkin dia punya kemampuan yang baik dalam berargumentasi, berdiplomasi dan persuasi, hingga membuat anggota parlemen lainnya tidak berkutik. Dan menghasilkan kebaikan yang banyak. (lihat majalah Al-Furqan - Kuwait hal. 18-19)
Jadi kita memang perlu memperjuangkan Islam di segala lini termasuk di dalam parlemen. Asal tujuannya murni untuk menegakkan Islam.

3. Pendapat Imam Al-'Izz Ibnu Abdis Salam
Dalam kitab Qawa'idul Ahkam karya Al-'Izz bin Abdus Salam tercantum: Bila orang kafir berkuasa pada sebuah wilayah yang luas, lalu mereka menyerahkan masalah hukum kepada orang yang mendahulukan kemaslahatan umat Islam secara umum, maka yang benar adalah merealisasikan hal tersebut. Hal ini mendapatkan kemaslahatan umum dan menolak mafsadah. Karena menunda mashlahat umum dan menanggung mafsadat bukanlah hal yang layak dalam paradigma syariah yang bersifat kasih. Hanya lantaran tidak terdapatnya orang yang sempurna untuk memangku jabatan tersebut hingga ada orang yang memang memenuhi syarat.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami menurut pandangan imam rahimahullah, bahwa memangku jabatan di bawah pemerintahan kafir itu adalah hal yang diperlukan. Untuk merealisasikan kemaslahatan yang sesuai dengan syariat Islam dan menolak mafsadah jika diserahkan kepada orang kafir. Jika dengan hal itu maslahat bisa dijalankan, maka tidak ada larangan secara syar'i untuk memangku jabatan meski di bawah pemerintahan kafir.
Kasus ini mirip dengan yang terjadi di masa sekarang ini di mana seseorang menjabat sebagai anggota parlemen pada sebuah pemeritahan non Islam. Jika melihat pendapat beliau di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menjadi anggota parlemen diperbolehkan.

4. Pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Dalam kitab Thuruq Al-Hikmah, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (691- 751 H) dalam kitabnya At-Turuq al-Hukmiyah menulis:
Masalah ini cukup pelik dan rawan, juga sempit dan sulit. terkadang sekelompok orang melewati batas, menghilangkan hak-hak,dan mendorong berlaku kejahatan kepada kerusakan serta menjadikan syariat itu sempit sehingga tidak mampu memberikan jawaban kepada pemeluknya dan menghalangi diri mereka dari jalan yang benar, yaitu jalan untuk mengetahui kebenaran dan menerapkannya. Sehingga mereka menolak hal tersebut, pada hal mereka dan yang lainnya tahu secara pasti bahwa hal itu adalah hal yang wajib diterapkan namun mereka menyangkal bahwa hal itu bertentangan dengan qowaid syariah.
Mereka mengatakan bahwa hal itu tidak sesuai yang dibawa Rasulullah, yang menjadikan mereka berpikir seperti itu kurangnya mereka dalam memahami syariah dan pengenalan kondisi lapangan atau keduanya, sehingga begitu mereka melihat hal tersebut dan melihat orang-orang melakukan hal yang tidak sesuai yang dipahaminya, mereka melakukan kejahatan yang panjang, kerusakan yang besar maka permasalahannya jadi terbalik.
Di sisi lain ada kelompok yang berlawanan pendapatnya dan menafikan hukum allah dan rosulnya. Kedua kelompok di atas sama-sama kurang memahami risalah yang dibawa rosulnya dan diturunkan dalam kitabnya, padahal Allah swt. telah mengutus rasulnya dan menurunkan kitabnya agar manusia menjalankan keadilan yang dengan keadilan itu bumi dan langit di tegakkan. Bila ciri-ciri keadilan itu mulai nampak dan wajahnya tampil dengan beragam cara maka itulah syariat allah dan agamanya. Allah swt Maha Tahu dan Maha Hakim untuk memilih jalan menuju keadilan dan memberinya ciri dan tanda. maka apapun jalan yang bisa membawa tegaknya keadilan maka itu adalah bagian dari agama, dan tidak bertentangan dengan agama.
Maka tidak boleh dikatakan bahwa politik yang adil itu berbeda dengan syariat, tetapi sebaliknya justru sesuai dengan syariat, bahkan bagian dari syariat itu sendiri. Kami menamakannya sebagai politik sekedar mengikuti istilah yang anda buat tetapi pada hakikatnya merupakan keadilan allah dan rosulnya.
Imam yang muhaqqiq ini mengatakan apapun cara untuk melahirkan keadilan maka itu adakah bagian dari agama dan tidak bertentangan dengannya. Jelasnya bab ini menegaskan bahwa apapun yang bisa melahirkan keadilan boleh dilakukan dan dia bagian dari politik yang sesuai dengan syariah. Dan tidak ada keraguan bahwa siapa yang menjabat sebuah kekuasaan maka ia harus menegakkan keadilan yang sesuai dengan syariat. Dan berlaku ihsan bekerja untuk kepentingan syariat meskipun di bawah pemerintahan kafir.

5. Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan
Syekh Shaleh Alfauzan ditanya tentang hukum memasuki parlemen. Syekh Fauzan balik bertanya, "Apa itu parlemen?" Salah seorang peserta menjawab "Dewan legislatif atau yang lainnya" Syekh, "Masuk untuk berdakwah di dalamnya?" Salah seorang peserta menjawab, "Ikut berperan serta di dalamnya" Syekh, "Maksudnya menjadi anggota di dalamnya?" Peserta, "Iya."
Syeikh: "Apakah dengan keanggotaan di dalamnya akan menghasilkan kemaslahatan bagi kaum muslimin? Jika memang ada kemaslahatan yang dihasilkan bagi kaum muslimin dan memiliki tujuan untuk memperbaiki parlemen ini agar berubah kepada Islam, maka ini adalah suatu yang baik, atau paling tidak bertujuan untuk mengurangi kejahatan terhadap kaum muslimin dan menghasilkan sebagian kemaslahatan, jika tidak memungkinkan kemaslahatan seluruhnya meskipun hanya sedikit."
Salah seorang peserta, "Terkadang didalamnya terjadi tanazul (pelepasan) dari sejumlah perkara dari manusia."
Syeikh: "Tanazul yang dimaksud adalah kufur kepada Allah atau apa?"
Salah seorang peserta, "Mengakui."
Syeikh: "Tidak boleh. adanya pengakuan tersebut. Jika dengan pengakuan tersebut ia meninggalkan agamanya dengan alasan berdakwah kepada Allah, ini tidak dibenarkan. Tetapi jika mereka tidak mensyaratkan adanya pengakuan terhadap hal-hal ini dan ia tetap berada dalam keIslaman akidah dan agamanya, dan ketika memasukinya ada kemaslahatan bagi kaum muslimin dan apa bila mereka tidak menerimanya ia meninggalkannya, apa mungkin ia bekerja untuk memaksa mereka?
Tidak mungkinkan untuk melakukan hal tersebut. Yusuf as ketika memasuki kementrian kerajaan, apa hasil yang ia peroleh? atau kalian tidak tahu hasil apa yang di peroleh Nabi Yusuf as?
Atau kalian tidak tahu tentang hal ini, apa yang diperoleh Nabi Yusuf ketika ia masuk, ketika raja berkata kepadanya, "Sesungguhnya kamu hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya disisi kami" Nabi Yusuf saat itu menjawab, "Jadikan aku bendaharawan negara karena aku amanah dan pandai." Maka beliau masuk dan hukum berada di tangannya. Dan sekarang dia menjadi raja Mesir, sekaligus Nabi.
Jadi bila masuknya itu melahirkan sesuatu yang baik, silahkan masuk saja. Tapi kalau hanya sekedar menyerahkan diri dan ridho terhadap hukum yang ada maka tidak boleh. Demikian juga bila tidak mendatangkan maslahat bagi umat Islam, maka masuknya tidak dibenarkan. Para ulama berkata, "Mendatangkan manfaat dan menyempurnakannya, meski tidak seluruh manfaat, tidak boleh diiringi dengan mafsadat yang lebih besar."
Para ulama mengatakan bahwa Islam itu datang dengan visi menarik maslahat dan menyempurnakannya serta menolak mafsadah dan menguranginya. maksudnya bila tidak bisa menghilangkan semua mafsadat maka dikurangi, mendapatkan yang terkecil dari dua dhoror, itu yang diperintahkan. Jadi tergantung dari niat dan maksud seseorang dan hasil yang diperolehnya. Bila masuknya lantaran haus kekuasaan dan uang lalu diam atas segala penyelewengan yang ada, maka tidak boleh. Tapi kalau masuknya demi kemaslahatan kaum muslimin dan dakwah kepada jalan Allah, maka itulah yang dituntut. Tapi kalau dia harus mengakui hukum kafir maka tidak boleh, meski tujuannya mulia. seseorang tidak boleh menjadi kafir dan berkata "Tujuan saya mulia, saya berdakwah kepada Allah," tidak boleh itu."
Salah seorang peserta, "Apa yang menjadi jalan keluarnya?"
"Jalan keluarnya adalah jika memang di dalamnya ada maslahat bagi kaum muslimin dan tidak menghasilkan madharat bagi dirinya, maka hal tersebut tidak bertentangan. Adapun jika tidak ada kemaslahatan di dalamnya bagi kaum muslimin atau hal tersebut mengakibatkan adanya kemadorotan yaitu pengakuan akan kekufuran, maka hal tersebut tidak diperbolehkan" (Rekaman suara)


6. Syaikh Abdullah bin Qu'ud
Sebagian orang-orang meremehkan partai-partai politik Islam yang terdapat di sejumlah negara-negara Islam seperti Aljazair, Yaman, Sudan dan yang lainnya. Mereka yang ikut didalamnya dituduh dengan tuduhan sekuler dan lain-lainnya. Apa pendapat Anda tentang hal tersebut? Sikap atau peran apa yang harusnya dilakukan oleh kaum muslimin untuk menyikapi kondisi tersebut?
Jawaban : Akar persoalan dari semua itu adalah adanya dominasi sebagian para dai terhadap yang lainnya. Dan saya berpendapat bahwa seorang muslim yang diselamatkan Allah dari malapetaka untuk memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya serta berdoa untuk saudara-saudaranya di Sudan, Aljazair, Tunisia dan negara-negara lainnya, ataupun bagi kaum muslimin yang berada di negeri-negeri yang jelas-jelas kafir.
Dan jika hal tersebut tidak memberikan manfaat kepada mereka, aku berpendapat minimal jangan memadhorotkan mereka. Karena sampai sekarang tidak ada bentuk solidaritas yang nyata kepada para dai tersebut padahal mereka telah mengalami berbagai ujian dan siksaan.
Dan kita wajib mendoakan kaum msulimin dan manaruh simpati kepada mereka di setiap tempat. Karena seorang mukmin adalah saudara bagi muklmin yang lainnya, jika mendengar kabar yang baik mengenai saudaranya di Sudan, Aljazair, Tunisia atau dinegeri mana saja maka hendaknya ia merespon positif dan seakan-akan ia berkata:
يَا لَيْتَنِي كُنْتُ مَعَهُمْ فَأَفُوزَ فَوْزًا عَظِيمًا (النساء : 73)
"Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar" (QS. An-Nisaa: 73).
Dan apa bila mendengar malapetaka yang menimpa mereka, maka hendaklah ia mendoakan untuk saudarnya-saudaranya yang sedang diuji di negeri mana saja, supaya Allah melepaskan mereka dari orang-orang yang sesat dan menjadikan kekuasaan bagi kaum muslimin dan hendaklah ia memuji Allah karena telah menjaga dirinya.
Jangan sampai ada seseorang yang bersandar dengan punggungnya di negeri yang aman lalu mencela orang-orang atau para dai yang berjuang demi Islam di bawah kedholiman dan keseweng-wenangan dan intimidasi. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan tindakan yang tidak fair. boleh jadi engkau akan mendapat ujian jika anda tidak merespon dengan perasaan anda apa yang dirasakan oleh kaum muslimin yang sedang mengalami ujian dari Allah..
Demikian petikan beberapa pendapat para ulama tentang dakwah lewat pemilu, partai politik, parlemen dan sejenisnya. Semoga ada manfaatnya.

Mengedepankan Saling Hormat
Lepas dari polemik yang tidak ada habisnya itu, maka akan menjadi manis rasa perbedaan itu seandainya semua tetap dihiasi dengan akhlaq, adab Islami, husnudzhzan, cinta kepada sesama muslim, dan toleransi.
Sebab perbedaan dalam memlih teknis berdakwah ini sampai hari kiamat tidak akan ada habisnya. Sampai ada teman yang senangnya mikirin hari kiamat saja sambil menanti-nanti kapan Imam Mahdi datang.
Kalau ada teman kita yang asyik dengan dakwah di parlemen dan mungkin kita tidak setuju, tentu tidak pada tempatnya untuk kita caci maki atau kita jatuhkan citranya di muka umum.
Sebaliknya, kalau kita termasuk orang yang sangat semangat mendukung dakwah lewat partai, tidak ada salahnya kita bertenggang rasa dengan kalangan yang agak kurang mendukung dakwah model partai. Jangan kita vonis sebagai pembangkang atau pengkhiat dakwah dulu, sebab boleh jadi yang terjadi sebenarnya adalah macetnya jembatan komunikasi.
Setidaknya kalau tidak bisa bersatu, tapi tidak harus saling ejek, saling caci, saling benci, saling jegal dan saling menjatuhkan. Sebab biar bagaimana pun umat Islam itu bersaudara. Dan harga persaudaraan itu jauh lebih berharga dari semua yang akan kita capai. Persaudaraan itu nikmat yang Allah SWT karuniakan, maka kita harus mensyukurinya dengan memelihara dan menjaganya.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (ال عمران : 103)
Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat persaudaraan dari Allah itu menjadi orang-orang yang bersaudara (QS. Ali Imran: 103)
Alangkah tragisnya kalau sesama saudara sendiri kita malah saling melontarkan dugaan yang kurang pantas. Bukankah Allah SWT telah melarang kita dari perbuatan keji seperti itu?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (الحجرات : 12)
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujuran: 12)

Tanpa sadar terkadang majelis kita lebih sering jadi majelis pergunjingan, misalnya tentang si Fulan yang dulu keredan sekarang naik mobil mewah karena jabatannya. Atau tentang si Fulan yang dulu mau nikah saja teman-temannya harus patungan, tapi sekarang lagi asyik memanjakan isteri mudanya jalan-jalan ke luar negeri.
Dan kalau mau diusut ke sana kemari, rasanya kok sumber segala masalah itu kembali ke harta. Jadi tidak salah kalau Allah SWT berfirman:
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. Al-Anfal: 28)

2. Apa yang sudah dilakukan PKS untuk kesejahateraan Rakyat. Kenapa elite PKS terlihat seperti tidak peka dengan penderitaan rakyat, hidup mewah dan berpenampilan mentereng

Hal-hal yang dilakukan PKS di Parlemen

PKS adalah partai yang memiliki orientasi yang jelas dalam sepak terjang politiknya. Ia memiliki visi, misi dan program yang berkesinambungan. Karenanya kader PKS tidak hanya bekerja jika akan ada PEMILU. Dan kader PKS tidak hanya bekerja di parlemen saja.
Visi, Misi dan Program F-PKS
A. KERANGKA INTERNAL
1. Dakwah yang diemban oleh PKS adalah dakwah integral (syumuliyatud dakwah) yang mencakupi seluruh bidang kehidupan. FPKS sebagai sebagian kecil dari tangan-tangan dakwah PKS harus seluas mungkin memasuki bidang-bidang kehidupan tersebut.
2. Partai sebagai sebuah sarana dakwah diharapkan mampu mengokohkan jalannya gerakan dakwah menempuh marhalah-marhalahnya ke depan dengan mengusung kader-kader dakwah yang berkualitas dari sisi syakhsiyah dan amaliyahnya.
3. Musyarakah siyasiyah merupakan dasar gerakan dakwah FPKS pada saat ini dengan karakter mustafidah, mutawazinah, dan mustaqimah yang dalam kaitan Pemilu 2004 berada dalam tahaaluf hukumah (koalisi pemerintah) berdasarkan kontrak politik dengan presiden.

B. KERANGKA EKSTERNAL
1. Orientasi kehidupan masyarakat Indonesia, masih banyak yang bersifat pragmatis meskipun sebagian besar mereka adalah kaum muslimin sehingga pendekatan dari sisi keislaman sering dipergunakan dalam menarik pengaruh. Hal ini tampak pada hasil Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden/Wakil Presiden tahun 2004.
2. Kekuatan politik di parlemen menunjukkan tingkat sebaran yang tinggi karena tidak satupun partai yang menang mutlak sehingga diduga kondisi politik parlemen akan sangat dinamis. Meskipun asas partai berbeda-beda tetapi interaksi mereka umumnya didasarkan pada kemaslahatan masing-masing yang mungkin berubah-ubah.
3. Dua kenyataan besar dalam politik Indonesia adalah kekuatan tokoh presiden SBY dengan PD yang tidak besar dan kekokohan partai besar PG yang berhasil dikuasai JK yang menjabat wakil presiden. Kecuali terdapat perubahan radikal di PG, dalam lima tahun ke depan warna politik Indonesia akan dipengaruhi oleh ketokohan SBY dan eksistensi PG.

C. VISI
Terwujudnya kepercayaan publik akan peran politik partai dakwah melalui optimalisasi peran anggota legislatif FPKS yang dimanifestasikan dalam dukungan dan signifikan untuk pemenangan Pemilu 2009.
Misi Strategi
Membangun sistem politik yang sehat dan demokratis dalam lingkungan internal parlemen (DPR RI) maupun interaksinya dengan pemerintah dengan mengusung nilai-nilai al-akhlaq alkarimah dan alqudwat al-?ulya. Memperhatikan kaidah-kaidah (pilar-pilar) bagi sistem pengelolaan kekuasaan dalam Islam yakni besarnya rasa tanggungjawab, merangkai kesatuan ummat dan menghargai aspirasi ummat.
Membangun dan mengokohkan koalisi-koalisi parlemen dalam mengusung agenda-agenda dakwah yang terkait dengan ishlahul hukumah, ishlahul mujtama dan alhal al-islami dengan pendekatan-pendekatan yang variatif.
Setiap kebijakan, program dan langkah yang ditempuh partai senantiasa berorientasi kepada perbaikan (ishlah), baik yang terkait dengan perbaikan individu, keluarga, masyarakat, pemerintahan, dan negara dalam rangka meninggikan kalimat Allah dan mengoperasikan syari'ah-Nya.
Menguatkan mekanisme check and balances DPR terhadap pemerintahan untuk mengamankan nilai-nilai yang terkandung dalam kontrak politik PKS dengan Presiden RI. Memperhatikan pilar-pilar bagi terwujudnya good governance di antaranya transparansi, akuntabilitas, kemandirian, kesetaraan, artikulatif.
4. Optimalisasi peran anggota legislatif dan FPKS dalam mengamankan dan memperjuangkan agenda dakwah partai di parlemen atau melalui parlemen.

Memperhatikan arah kecenderungan umum kondisi sosial, politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pertahanan dan keamanan yang berkembang dalam masyarakat Indonesia dalam rangka menyusun langkah-langkah antisipasi sesuai dengan marhalah dakwah yang ditetapkan pada suatu masa.
Mengoptimalkan program-program kedewanan yang bersifat turun ke bawah seperti kunjungan kerja komisi atau perorangan untuk program dakwah yang bersifat lebih luas dengan bekerjasama dengan struktur partai yang terkait.
Memperjuangkan terwujudnya UU yang berorientasi kepada nilai-nilai islami melalui perbaikan materi perundang-undangan dan prioritas pembahasannya.
Optimalisasi sumberdaya internal dan eksternal dalam berbagai bidang (media, pakar, lembaga, ormas, dan lainnya) dalam membantu kerja dakwah parlemen. Memperkokoh dukungan struktural, fikrah, metodologi, dan spritualitas dari partai.

Meningkatkan profesionalitas anggota legislatif dan soliditas struktur FPKS.
Menjadikan parlemen sebagai sarana untuk melahirkan sumberdaya/tokoh manusia yang siap diterjunkan ke dalam lingkungan pemerintahan dan masyarakat luas, baik nasional maupun internasional.

Menjalin lebih erat hubungan dakwah internasional melalui pemanfaatan program BKSAP, selain menimba pengetahuan tentang model-model pengelolaan negara dalam berbagai aspeknya.
Memberi kesempatan dan/atau penugasan yang sama kepada setiap anggota legislatif untuk tampil dan berperan aktif dalam forum-forum atau kerja sama nasional, regional, maupun internasional
Meningkatkan pelayanan dan advokasi bagi masyarakat.
Memperjuangkan terwujudnya UU yang berorientasi kepada nilai-nilai islami dan memperjuangkan kemashlahatan umat melalui perbaikan materi perundang-undangan dan prioritas pembahasannya.
Ada pun hal-hal yang berkaitan dengan prestasi Aleg-aleg PKS dapat diakses di berbagai situs PKS dan arsip-arsip koran lokal dan nasional dengan men-searching hal-hal yang terkait dengan kinerja Anggota Dewan PKS.

Kepekaan Elite PKS terhadap Kondisi Rakyat
Kader PKS di seluruh jejnjang kekaderannya selalu dituntut untuk bekerja secara maksimal demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Evaluasi kerja-kerja pengabdian tersebut secara berkesinambungan dilakukan di kelompok pengajian pekanan mereka. Tidak terkecuali kader yang ada di parlemen.
Barangkali ada kader PKS di Parlemen yang dinilai oleh beberapa pihak seperti tidak peka karena melihat kendaraan, pakaian dan penampilannya yang tidak seperti sebelum duduk sebagai anggota dewan, maka penilaian itu tidak serta merta bisa dikatakan tidak memiliki kepekaan terhadap rakyat. Kepekaan dan sikap empati seseorang bukan diukur dari penampilannya sebab untuk apa berpenampilan sederhana jika tidak melakukan apa-apa terhadap kesulitan dan penderitaan orang lain.

Al-Quran setelah memerintahkan agar memakai pakaian-pakaian indah ketika berkunjung ke masjid, mengecam mereka yang mengharamkan perhiasan yang telah diciptakan Allah untuk manusia:
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آَمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (32)
Katakanlah! "Siapakah yang mengharamkan perhiasan yang telah Allah keluarkan untuk hamba-hamba-Nya...?" (QS. Al-A'raf [7]: 32)

Seorang sahabat Nabi pernah bertanya kepada Nabi Saw.
فوالله إني لأحب الجمال حتى إني لأجعله في شراك نعلي ، وعلاق سوطي ، أفمن الكبر ذلك ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن الله جميل يحب الجمال ، ويحب أن يرى أثر نعمته على عبده ، ولكن الكبر من سفه الحق ، وغمص الناس
"Demi Allah sungguh saya senang pakaiannya indah dan alas kaki indah. Apakah termasuk keangkuhan?" Nabi menjawab, "Sesungguhnya Allah indah, senang kepada keindahan, keangkuhan adalah menolak kebenaran dan menghina orang lain."
3. Kenapa PKS berkoalisi dengan partai nasionalis dan partai kristen mengusung kandidat yang punya masa lalu sangat buruk pada PILKADA, padahal ada kandidat yang lebih jelas kesholehannya. Kenapa pula PKS terima uang dari Kandidat pada beberapa PILKADA?
Koalisi PKS dengan Berbagai Objek Dakwah
Pengertian Koalisi dan Tinjauan Syar'inya
Dalam Islam, musyarakah atau koalisi politik disebut juga dengan at-tahaluf as-siyasi, yang secara etimologi artinya adalah perjanjian atau sumpah. Dikatakan oleh Ibnu Al-Ashir dalam An-Nihayah fi Gharibil Hadits; beliau menyebutkan bahwa at-tahaluf adalah saling mengikat dan saling berjanji dalam tolong menolong, bantu membantu dan kesepakatan.
Dari defenisi tersebut, maka koalisi mengandung makna akad, janji dan kesepakatan yang dihasilkan dari bertemunya dua atau beberapa keinginan kerjasama atas dasar tujuan-tujuan yang berdekatan serta beberapa syarat dari beberapa pihak untuk kepentingan umum. Rasulullah saw. bersabda,
المسلمون عند شروطهم إلا شرطاً حرم حلالاً، أو أحل حراماً (رواه الترمذي، وقال: حسن صحيح)
“Umat Islam selalu memegang syarat yang mereka sepakati, kecuali menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” (HR Turmidzy)
Disebutkan juga dalam sebuah hadits qudsi,
أنا ثالث الشريكين مالم يخن أحدهما صاحبه، فإذا خانه، خرجت من بينهما (رواه أبو داود من حديث أبي هريرة)، ورواته ثقات
“Aku (Allah) adalah pihak ketiga di antara dua pihak yang bersepakat selama keduanya tidak berkhianat. Apabila salah satu pihak berkhianat, maka Aku tidak lagi bersama mereka.”
Kaidah fiqih menyebutkan, “Akad adalah ikatan dua orang yang bersepakat”. Jadi koalisi itu mempunyai dasar syariat dan dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Ibnu Taimiyah memandang bahwa asas utama musyarakah siyasiyyah adalah tahshilul mashalih dan taqlilul mafasid (meraih maslahat dan mengurangi mafsadat). Beliau mengungkapkan:
أَنَّ الشَّرِيعَةَ جَاءَتْ بِتَحْصِيلِ الْمَصَالِحِ وَتَكْمِيلِهَا وَتَعْطِيلِ الْمَفَاسِدِ وَتَقْلِيلِهَا وَأَنَّهَا تُرَجِّحُ خَيْرَ الْخَيْرَيْنِ وَشَرَّ الشَّرَّيْنِ وَتَحْصِيلِ أَعْظَمِ الْمَصْلَحَتَيْنِ بِتَفْوِيتِ أَدْنَاهُمَا وَتَدْفَعُ أَعْظَمَ الْمَفْسَدَتَيْنِ بِاحْتِمَالِ أَدْنَاهُمَا...
“Bahwa syariat datang untuk menghasilkan maslahat dan kesempurnaannya, menghilangkan dan meminimalisir kerusakan. Syariat lebih mengutamakan dan menguatkan kebaikan yang lebih besar diantara dua kebaikan (jika harus memilih salah satunya) dan mendukung keburukan yang lebih ringan diantara dua keburukan (jika harus memilih salah satunya), lalu memilih dan mengambil yang paling maslahat dengan mengabaikan yang lebih rendah, dan menghilangkan yang lebih besar madharatnya dengan menanggung resiko yang lebih rendah dan ringan…”

Beliau memperkuat pernyataannya diatas dengan menjelaskan apa yang dialami Nabi Yusuf :
Dari sisi inilah Yusuf as menjabat perbendaharaan Mesir bahkan memintanya kepada raja Mesir agar menjadikannya pemegang perbendaharaan bumi. Sementara raja dan kaumnya dalam keadaan kafir, sebagaimana firman Allah SWT
قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَآئِنِ الأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ (يوسف : 55)
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan." (QS. Yusuf: 55)
“Wahai kedua penghuni penjara, apakah tuhan-tuhan yang berpecah belah, lebih baik dari Allah yang Maha Esa dan kuat?, apa yang kalian sembah selain Allah tiada lain kecuali nama-nama yang kalian dan nenek moyang kalian namakan”. (Yusuf (12): 39-40).
Dapat dimaklumi bahwa dengan kekafiran yang ada pada mereka, mengharuskan mereka memiliki kebiasaan dan cara tertentu dalam memungut dan mendistribusikan harta kepada raja, keluarga raja, tentara dan rakyatnya. Tentunya cara itu tidak sesuai dengan ketentuan bagi para Nabi dan utusan Allah. Namun bagi Nabi Yusuf as tidak memungkinkan untuk menerapkan apa yang ia inginkan berupa ajaran Allah, karena rakyat tidak menghendaki hal itu. Akan tetapi Yusuf melakukan sesuatu yang mungkin ia lakukan, berupa keadilan dan perbuatan baik. Dengan kekuasaan itu, ia dapat memuliakan orang-orang yang beriman diantara keluarganya, hal yang tidak akan mungkin dia dapatkan tanpa kekuasaan itu. Semua ini masuk dalam firman Allah “Bertakwalah kepada Allah sesuai kemampuanmu” (At-Taghabun (64): 16).
Dalam Siyasah Syar'iyyah-nya, Ibnu Taimiyah rahimahullah juga menegaskan prinsip muwazanah antara maslahat dengan madhorot ini seraya berkata:
"Berkumpulnya kekuatan dan amanah sekaligus pada diri seseorang sangat jarang ditemukan, oleh karenanya Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu mengadu kepada Allah swt:
اللَّهُمَّ أَشْكُو إِلَيْكَ جَلَدَ الْفَاجِرِ وَعَجْزَ الثِّقَةِ
Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu tentang kekuatan orang yang berdosa dan kelemahan orang yang terpercaya.
Maka yang wajib ditempatkan untuk setiap jabatan adalah yang paling besar maslahatnya sesuai jabatan itu sendiri. Bila hanya ada dua pilihan untuk sebuah jabatan, dimana yang satu lebih amanah dan yang lain lebih kuat, maka yang didahulukan adalah yang lebih bermanfaat dan lebih sedikit madharatnya untuk jabatan itu. Untuk jabatan tempur, lebih diutamakan laki-laki yang lebih kuat meskipun pada dirinya ada kemaksiatan daripada laki-laki yang lemah meskipun lebih shalih. Hal ini seperti ungkapan Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah ketika ditanya tentang dua calon pemimpin perang yang satu kuat tapi pendosa sedangkan yang lain shalih tapi lemah. Jawaban Imam Ahmad: "Orang yang pendosa, kekuatannya akan bermanfaat bagi ummat Islam dan dosa-dosanya untuk dirinya sendiri, sedangkan orang shalih yang lemah, keshalihannya untuk dirinya dan kelemahannya merugikan kaum muslimin." Rasulullah saw bersabda:
وَإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ (رواه البخاري)
Dan sesungguhnya Allah swt akan menguatkan agama ini dengan laki-laki pendosa. (HR. Bukhari).
Oleh karena itu pula Rasulullah saw mengangkat Khalid bin Walid sebagai pemimpin perang sejak ia masuk Islam dan beliau berkata bahwa Khalid adalah pedang yang dihunuskan Allah kepada orang-orang musyrik, meskipun terkadang Khalid melakukan perbuatan yang diingkari oleh Rasulullah saw, sehingga Rasulullah pernah mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berdoa: "Ya Allah, aku berlepas diri dari apa yang telah dilakukan Khalid." Yaitu tatkala Rasulullah saw mengutus Khalid ke suku Judzaimah lalu Khalid membunuh mereka dan mengambil harta mereka dengan alasan yang mengandung syubhat, padahal itu tidak diperbolehkan. Begitu pula para sahabat yang bersama Khalid telah mengingkarinya…
Sementara itu Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu 'anhu lebih baik dari Khalid dalam amanah dan kejujuran, meskipun begitu Rasulullah saw berkata kepada Abu Dzar: "Wahai Abu Dzar, aku melihatmu sebagai orang yang lemah, aku menginginkan untukmu apa yang kuinginkan untuk diriku. Jangan engkau memimpin dua orang dan jangan mengurusi harta anak yatim." (HR. Muslim). Rasulullah saw melarang Abu Dzar untuk memimpin dan menjabat jabatan karena beliau menilainya lemah padahal Rasulullah saw pernah bersabda: Tidak ada di dunia ini yang lebih jujur ungkapannya selain Abu Dzar.
Rasulullah saw juga mengangkat 'Amr bin 'Ash ra pada perang Dzatus-Salasil untuk melembutkan hati kerabatnya karena Rasulullah saw mengutus Amr bin 'Ash kepada mereka padahal ada yang lebih baik keimanannya dari Amr bin Ash. Rasulullah saw juga mengangkat Usamah bin Zaid sebagai pemimpin pasukan untuk dapat membalas gugurnya sang ayah (Zaid bin Haritsah). Jadi, Rasulullah saw mengangkat seseorang dengan pertimbangan maslahat tertentu meskipun ada yang lebih baik dari orang tersebut keilmuan dan keimanannya. Demikian Ibnu Taimiyah.
Salah seorang ulama Saudi Arabia, Dr. Nashir bin Sulaiman Al-Umar dalam salah satu fatwanya mengatakan:
"Ketahuilah bahwa hukum asal musyarakah adalah al-jawaz (boleh). Salah satu yang bisa kita jadikan pertimbangan hukum tentang bolehnya musyarakah ini adalah dibolehkannya jihad (perang) bersama imam yang fajir (pendosa). Perlu diketahui bahwa berjihad bersama pemimpin yang fajir tidak akan lepas dari kerusakan yang pasti. Namun kerusakan ini menjadi lebih kecil nilainya jika dibanding dengan besarnya maslahat berjihad. Dan kerusakan yang timbul dari tidak berjihad bersamanya jauh lebih besar dari kerusakan yang timbul dari berjihad bersamanya."
Dalam situasi seperti di atas hukum asal yang mubah (boleh) dapat berubah menjadi sunnah bahkan wajib jika maslahatnya jelas-jelas nyata dan wajib diwujudkan atau jika ditinggalkan mengakibatkan mudharat yang amat banyak.
Musyarakah siyasiyyah juga membuka peluang bagi kader dakwah untuk mengetahui dan mengakses informasi penting terkait maslahat harakah dan dakwah, baik informasi amniyah, politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan dan lain-lain. Sesuatu yang amat sulit kita peroleh tanpa musyarakah. Musyarakah siyasiyyah juga bermanfaat sebagai ajang menimba pengalaman memimpin negara, berdialog dengan berbagai pihak dalam institusi negara, dan melakukan pelayanan publik dalam skala yang lebih besar.
Kita mengambil pilihan musyarakah yang merupakan al-khiyar al-ashwab (pilihan yang paling tepat) meskipun kita menyadari bahwa ia juga merupakan al-khiyar al-ash'ab (pilihan paling sulit), karena musyarakah berarti pilihan iqtihamul 'aqabah (menempuh jalan terjal mendaki), at-tadafu' al-yaumi (pertarungan harian), pilihan merealisasikan kebersihan dan istiqamah di tengah berbagai penyimpangan dan kekotoran, dan pilihan mempengaruhi secara bertahap tanpa larut dalam penyimpangan tersebut.
Apabila terjadi kasus-kasus penyimpangan pada personil dalam musyarakah siyasiyyah maka penyimpangan itu adalah bukti kelemahan personil tersebut. Sementara penilaian baik atau buruknya pelaksanaan musyarakah haruslah dilihat dari capaian hasil secara keseluruhan dengan menggunakan timbangan maslahat dan mudharat yang menyeluruh dari berbagai sudut pandang. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Syaikh Ahmad Ar-Raisuni, tokoh Harakah Tauhid wal Ishlah di Maroko: "Penyimpangan personil merupakan bukti kelemahan orang yang bersangkutan, namun bukan berarti tidak ada lagi diantara ummat ini yang akan berhasil dalam musyarakah. Orang-orang baik jangan hanya berpikir tentang dua kemungkinan dalam musyarakah: gagal lalu keluar atau larut dalam penyimpangan. Di dalam ummat dan jamaah ini pasti ada tambang berharga yang mampu berhasil dalam musyarakah. Kita melakukan ta'awun dalam shaf yang solid dan kokoh dalam rangka terus mewujudkan keberhasilan musyarakah ini."

Fakta-fakta Sejarah Koalisi
Imam Qurthubi berkata bahwa Ibnu Ishaq berkata, “Kabilah-kabilah Quraisy telah berkumpul di rumah Abdullah bin Jad'an, kemudian mereka bersepakat untuk tidak akan lagi menemukan orang yang terzhalimi di kota Mekkah, baik keluarga maupun bukan. Jika terjadi tindak kezhaliman, maka mereka akan menghukum orang yang berbuat zhalim sampai ia menunaikan hak orang yang dizhalimi. Mereka menamakan kesepakatan ini dengan “Halful Fudhul”. Perjanjian yang pernah Rasulullah saw. sebutkan dalam sebuah hadits, “Sungguh aku telah menyaksikan di rumah Abdullah bin Jad'an sebuah perjanjian yang lebih aku sukai daripada unta merah. Seandainya perjanjian itu diklaim dalam Islam, maka aku akan menyambutnya.”
Perjanjian ini sesuai dengan makna yang disebutkan dalam hadits Rasulullah saw, “Perjanjian apapun yang pernah dibuat di masa jahiliyah tidak akan ditambahkan oleh Islam, bahkan Islam akan menguatkannya.” (H.R. Muslim). Imam Qurthubi mengomentari hadits ini, “Perjanjian akan dikatakan sesuai dengan syariat Islam, jika perjanjian tersebut tidak mengadopsi kezhaliman. Adapun perjanjian yang rusak dan akad atas dasar kezhaliman dan permusuhan, maka Islam menentangnya dan datang untuk menghapuskannya. Alhamdulillah Islam telah berhasil pada masa kejayaannya.

Rasulullah saw. pernah menghadiri perjanjian “Al-Muthayyibin” sebelum bi'tsah. Setelah menjadi nabi, beliau bersabda, “Bersama pamanku saya pernah menyaksikan perjanjian “Al-Muthayyibin” dan aku menyukainya.” Karena dalam poin-poin perjanjiannya mengandung pembelaan terhadap orang yang dizhalimi dan bersepakat atas kebaikan dan mengingkari kezhaliman.
Di satu sisi, koalisi merupakan bentuk meminta bantuan orang lain untuk melakukan kebaikan dan di sisi lain koalisi adalah membantu orang lain untuk berbuat baik sesuai dengan keperluan dan kepentingan partner kita. Salah satu patokan kita dalam koalisi bahwa yang mengontrol jalannya koalisi itu adalah prinsip, bukan orang.
Para pemimpin gerakan dakwah modern - yang memiliki kemampuan dan keberanian untuk membentengi gerakan dakwah serta membawanya untuk menjadi faktor penting dalam percaturan politik - tidak keberatan membuat persetujuan koalisi dengan beberapa pihak yang nampak ada sedikit perbedaan dan pertentangan. Seperti kita dapati pada tahun 1936 Syeikh Abdul Hamid bin Badis berkoalisi dengan orang-orang komunis dan sekuler di Mesir dan bersama mereka membentuk partai Wafd setelah mereka melaksanakan konferensi. Kemudian ia memimpin upaya dialog kepada penjajah Perancis dan dalam sejarah disebut dengan “Konferensi Islam”, dia sebagai juru bicara resmi.
Ikhwan di Mesir pernah berkoalisi dengan partai sekuler Al-Wafd. Kemudian juga pernah berkoalisi dengan partai Asy-Sya'ab, partai Buruh dalam pemilu anggota legislatif. Gerakan Islam Syiria juga pernah berkoalisi dengan unsur kekuatan bangsa Syiria untuk beroposisi dengan penguasa dan dalam rangka berupaya menggantikannya. Gerakan dakwah Yaman juga pernah berkoalisi dengan partai berkuasa dan kemudian membentuk lembaga kepresidenan untuk menjalankan pemerintahan. Gerakan dakwah Islam di Sudan juga pernah berkoalisi dengan tentara untuk menjalankan urusan kenegaraan.
Imam Hasan Al-Banna juga pernah berkoalisi dengan tokoh-tokoh politik dan tokoh agama yang berbeda visi dan misi di lembaga Wadi Nil yang tertinggi untuk pembebasan Palestina dan perjuangan masalah Palestina. Jamaat Islam Pakistan juga pernah berkoalisi untuk merealisasikan prinsip-prinsipnya dalam setiap pemilu presiden.
Telah terjadi kesepakatan koalisi di negara-negara Islam antara gerakan agamis dengan aliran politik. Semuanya bertujuan untuk memenangkan kebenaran dan mempersempit wilayah kerusakan. Dari sini jelaslah bahwa koalisi adalah poros strategis musyarakah bagi gerakan dakwah Islam.

Pertanyaan Seputar Koalisi
Berkoalisi dengan unsur Islam dalam bentuk kerjasama pribadi, kelompok atau partai tidak mengundang perdebatan atau diskusi hukum agama, karena asasnya adalah “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”. “Bekerjasamalah kalian untuk melakukan kebaikan dan taqwa dan janganlah kalian bekerja sama untuk berbuat dosa dan permusuhan.” Yang menjadi pertanyaan dan fokus pembahasan adalah atas kepentingan apa kita akan berkoalisi? Mashlahat agama apa yang dapat diraih dari koalisi? Dan apa pengaruhnya terhadap agama dari strategi koalisi ini?
Ajaran Islam telah membolehkan, bahkan koalisi dengan non-muslim pun dibolehkan, karena di antara tujuannya adalah menyebarkan akhlaq dasar yang mulia, seperti keadilan, menghapus kezhaliman, persamaan, kemerdekaan, menghormati hak asasi manusia, memuliakan nyawa dan kehormatan, menjaga hak milik orang lain dan menjaga lingkungan hidup. Semua itu dalam konteks kesepakatan regional dan internasional. Koalisi merupakan pemikiran dan perangai da'i dalam perjalanan gerakan dakwah. Koalisi merupakan fikrah orang-orang yang percaya bahwa dialog dan hidup damai dengan segala golongan yang mempunyai orientasi berbeda serta meninggalkan segala jenis dan bentuk kekerasan.
Ibnu Taimiyah ditanya tentang seorang yang diangkat menjadi gubernur di kawasan orang zhalim. Ia bekerja serius untuk menghilangkan kezhaliman sebatas kemampuannya. Dia tahu bahwa jika ia tidak menjabat gubernur, maka orang lain akan menjadi wali dan kezhaliman terus berlangsung dan bertambah parah. Apakah dia boleh tetap menjabat sebagai gubernur? Ibnu Taimiyah membolehkan jika ia berjuang menegakkan keadilan dan berusaha menghapus kezhaliman sebatas kemampuannya. Kemudian ia menambahkan, “Kedudukannya sebagai gubernur itu lebih baik dan lebih bermanfaat bagi umat Islam daripada jabatan gubernur itu dijabat orang lain.” Beliau menambahkan lagi, “Tidak berdosa baginya untuk tetap menduduki jabatan gubernur, bahkan terkadang menjadi wajib jika ia tidak menjabatnya dan orang lain kemudian menjabatnya.” (Disebutkan dalam kitabnya “Majmu' Fatawa”) Ini terjadi di wilayah orang zhalim, bagaimana pula jika terjadi di wilayah yang lebih baik.

Untuk itu, yang menjadi perhatian PKS adalah bukan dengan siapa harus berkoalisi, namun bagaimana koalisi dapat menghasilkan maslahat yang lebih baik bagi umat ini. Dengan siapapun dan dengan latar belakang apapun karena PKS adalah partai dakwah yang harus menjadikan siapapun sebagai ladang dan mitra dakwah. Karenanya yang menjadi pijakan koalisi PKS dengan pihak lain adalah parameter-parameter dakwah dan kemaslahatan umat. Secara panjang lebar, penjelasan mengenai parameter-parameter musyarakah telah diulas oleh Drs. Al-Muzammil Yusuf dalam sebuah artikel berjudul "Musyarokah : Paradigma, Strategi dan Tolok Ukur".
Sejalan dengan apa yang menjadi landasan koalisi PKS, Imam Syafi'I dalam Mughni Al-Manhaj menegaskan bahwa yang menjadi ukuran dalam boleh dan tidaknya bersekutu dengan non-muslim, atau dalam konteks ini kalangan sekuler, adalah mengenai kemaslahatan umat. Sehingga dengan musyarakah ini diharapkan nilai-nilai maslahat yang berlaku umum dapat dimaksimalkan dan dibangun dengan lebih nyata.
Apabila berkoalisi dalam konteks politik adalah sebuah kelaziman. Maka hubungan interaksi dengan kalangan luar yang tak berideologi Islam menjadi sunnah yang harus dijalankan dalam kacamata da'wah. Sebab, da'wah memiliki karakter terbuka. Terbuka bagi siapa saja entah bagi mereka yang muslim abangan ataupun mereka yang telah berkeyakinan di luar Islam.
Dan demikian pula Rasulullah beserta para sahabat memberikan tauladan. Sebab Islam adalah rahmat bagi seluruh alam. Itulah PKS sebagai partai da'wah, dan seterusnya akan menjadi partai da'wah, serta tidak sekedar sebagai partai Islam saja.

Mengusung Kandidat dalam PILKADA
Keputusan-keputusan yang diambil di wilayah politik adalah keputusan-keputusan yang tidak mudah, karena sering diperhadapkan dengan dua pilihan sulit. Dalam PILKADA misalnya, kadang-kadang harus memilih satu diantara dua atau beberap calon yang terbaik di antara yang terburuk. Atau kadang harus memilih kandidat yang kesholehannya lebih rendah dikarenakan mashlahat sosialnya lebih besar. Karena itulah dalam Siyasah Syar'iyyah-nya, Ibnu Taimiyah rahimahullah menegaskan prinsip muwazanah antara maslahat dengan madhorot untuk menjedi pertimbangan di wilayah ini. Beliau berkata:
"Berkumpulnya kekuatan dan amanah sekaligus pada diri seseorang sangat jarang ditemukan, oleh karenanya Umar bin Khathab radhiyallahu 'anhu mengadu kepada Allah swt:
اللَّهُمَّ أَشْكُو إِلَيْكَ جَلَدَ الْفَاجِرِ وَعَجْزَ الثِّقَةِ
Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu tentang kekuatan orang yang berdosa dan kelemahan orang yang terpercaya.

Maka yang wajib ditempatkan untuk setiap jabatan adalah yang paling besar maslahatnya sesuai jabatan itu sendiri. Bila hanya ada dua pilihan untuk sebuah jabatan, dimana yang satu lebih amanah dan yang lain lebih kuat, maka yang didahulukan adalah yang lebih bermanfaat dan lebih sedikit madharatnya untuk jabatan itu. Untuk jabatan tempur, lebih diutamakan laki-laki yang lebih kuat meskipun pada dirinya ada kemaksiatan daripada laki-laki yang lemah meskipun lebih shalih. Hal ini seperti ungkapan Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah ketika ditanya tentang dua calon pemimpin perang yang satu kuat tapi pendosa sedangkan yang lain shalih tapi lemah. Jawaban Imam Ahmad: "Orang yang pendosa, kekuatannya akan bermanfaat bagi ummat Islam dan dosa-dosanya untuk dirinya sendiri, sedangkan orang shalih yang lemah, keshalihannya untuk dirinya dan kelemahannya merugikan kaum muslimin." Rasulullah saw bersabda:
وَإِنَّ اللَّهَ لَيُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ (رواه البخاري)
Dan sesungguhnya Allah swt akan menguatkan agama ini dengan laki-laki pendosa. (HR. Bukhari).

Oleh karena itu pula Rasulullah saw mengangkat Khalid bin Walid sebagai pemimpin perang sejak ia masuk Islam dan beliau berkata bahwa Khalid adalah pedang yang dihunuskan Allah kepada orang-orang musyrik, meskipun terkadang Khalid melakukan perbuatan yang diingkari oleh Rasulullah saw, sehingga Rasulullah pernah mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berdoa: "Ya Allah, aku berlepas diri dari apa yang telah dilakukan Khalid." Yaitu tatkala Rasulullah saw mengutus Khalid ke suku Judzaimah lalu Khalid membunuh mereka dan mengambil harta mereka dengan alasan yang mengandung syubhat, padahal itu tidak diperbolehkan. Begitu pula para sahabat yang bersama Khalid telah mengingkarinya…
Sementara itu Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu 'anhu lebih baik dari Khalid dalam amanah dan kejujuran, meskipun begitu Rasulullah saw berkata kepada Abu Dzar: "Wahai Abu Dzar, aku melihatmu sebagai orang yang lemah, aku menginginkan untukmu apa yang kuinginkan untuk diriku. Jangan engkau memimpin dua orang dan jangan mengurusi harta anak yatim." (HR. Muslim). Rasulullah saw melarang Abu Dzar untuk memimpin dan menjabat jabatan karena beliau menilainya lemah padahal Rasulullah saw pernah bersabda: Tidak ada di dunia ini yang lebih jujur ungkapannya selain Abu Dzar.
Rasulullah saw juga mengangkat 'Amr bin 'Ash ra pada perang Dzatus-Salasil untuk melembutkan hati kerabatnya karena Rasulullah saw mengutus Amr bin 'Ash kepada mereka padahal ada yang lebih baik keimanannya dari Amr bin Ash. Rasulullah saw juga mengangkat Usamah bin Zaid sebagai pemimpin pasukan untuk dapat membalas gugurnya sang ayah (Zaid bin Haritsah). Jadi, Rasulullah saw mengangkat seseorang dengan pertimbangan maslahat tertentu meskipun ada yang lebih baik dari orang tersebut keilmuan dan keimanannya. Demikian Ibnu Taimiyah.
Menerima Dana Dalam PILKADA
Ketika ada berita bahwa Tim Pemenangan Pilkada salah satu DPW melakukan kerjasama dengan seorang non muslim, ada seorang kader yang sangat gelisah dan menulis protes keras di sebuah majalah dengan mengatakan:
“Tak satu pun sumber yang menyebutkan bahwa Nabi pernah menerima bantuan dari kaum kafir. Bahkan ketika seorang musyrik menawarkan diri untuk ikut dalam sebuah jihad, Nabi saw mengujinya, apakah Anda beriman kepada Allah? Nabi spontan menolaknya dengan mengatakan, "Aku tak akan pernah meminta bantuan kepada musyrik." Kenapa sensitivitas terhadap halal dan haram ini terus melemah?”.
Menyimpulkan bahwa tidak satupun sumber yang menyebutkan bahwa Nabi saw pernah menerima bantuan dari kaum kafir adalah kesimpulan yang sangat naif. Bukankah Rasulullah saw pernah melakukan hal-hal berikut?:
1. Bersama Abu Bakar ra, Rasulullah saw meminta bantuan seorang musyrik dari Bani Ad Diil untuk menjadi penunjuk jalan saat mereka hijrah menuju Madinah dan orang itu pun memberikan dua kuda tunggangannya kepada Rasulullah saw dan Abu Bakar. (Shahih Bukhori, Jilid 8, hal 280-282)
2. Pada peristiwa Hudaibiyah Rasulullah saw meminta bantuan seorang kafir dari Khuza’ah untuk memata-matai apa yang dilakukan orang-orang Quraisy. (Zadul Ma’ad, jilid 2, hal. 127)
3. Pada saat perang Hunain Rasulullah saw meminta bantuan tenaga salah satu tokoh kafir Quraisy yang bernama Shofwan bin Umayyah dan meminjam sejumlah baju perang (bantuan harta). (Nashbu Royah, jilid 3, hal. 377 dan Zadul Ma’ad, jilid 2, hal. 190)
Terlepas dari adanya persyaratan-persyaratan tertentu yang dibuat oleh sebagian ulama sehingga diperbolehkan menerima atau meminta bantuan kepada orang non muslim, yang jelas masih banyak lagi dalil yang menunjukkan bahwa Rasulullah saw menerima dan meminta bantuan kepada orang kafir dan bertentangan dengan kesimpulan saudara kita diatas. Oleh karenanya hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw tidak meminta bantuan kepada orang musyrik tidak bisa dilihat dari sisi tekstualnya saja, harus dilihat juga dari konstektualnya atau asbabul wurudnya. Dalam riwayat Imam Al Hakim disebutkan bahwa orang musyrik tersebut adalah bagian dari pasukan kaum Yahudi Bani Qoinuqa’ yang menjadi sahabat tokoh munafik Abdullah bin Ubay sehingga sangat mungkin penolakan Rasulullah saw tersebut disebabkan adanya kekhawatiran akan terjadi pengkhianatan dan mereka berbalik menyerang kaum muslimin. (lihat Syarhu as Sair al Kabir, jilid 4, hal. 1423).

4. Apakah PKS anti qunut, maulid, Tahlilan dan yasinan?
Memang banyak yang simpati dengan PKS dan senantiasa melihatnya dengan mata dan pikiran yang jernih lalu mendukung, tapi tidak sedikit yang melihatnya dengan kaca mata hitam, menebar fitnah dan halang rintang dengan langkah politis, bahkan ada yang menebar kedustaan dengan isu keagamaan. Cara yang terakhir ini berulang kali dimunculkan barbarengan dengan perjuangan politik PKS melalui pemilu legislatif dan pilkada.
Inilah Bayan Dewan Syar'ah Pusat (DSP) PKS menjawab beberapa syubhat seputar isu keagamaan yang dituduhkan ke PKS secara membabi buta dan tidak proporsional itu.
Bayan ini juga dimuat pada website resmi DPP PKS yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Pusat

Bayan Dewan Syari’ah Pusat Partai Keadilan Sejahtera
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi rabbil alamin wasshalatu wassalamu ‘ala sayyidil mursalin, nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Wa ba’du..
Fenomena partai da’wah PKS dalam blantika perpolitikan nasional telah mengundang banyak hal. Ada ketercengangan, ada pertanyaan, ada pula kekhawatiran bahkan kecurigaan. Menghadapi laju PKS di ranah politik sekaligus ranah da’wah, berbagai pihak melakukan ragam cara. Bertambah banyak yang simpati lalu mendukung, tapi tidak sedikit yang menebar halang rintang dengan langkah politis, bahkan ada yang menebar kedustaan dengan isu keagamaan. Cara yang terakhir ini berulang kali dimunculkan barbarengan dengan perjuangan politik PKS melalui pemilu legislatif dan pilkada.
Kedustaan (iftira) dengan isu keagamaan itu berupa sebutan atau stempel yang sembarangan dan sama sekali mengabaikan perintah Islam untuk klarifikasi (tabayyun) baik dengan meruju dokumen-dokumen PKS maupun dengan menanyakan secara langsung kepada pihak yang berkompeten di PKS. Kedustaan yang terbaru dibuat oleh yang menamakan dirinya Tim Taushiyah dan Maklumat pada hari Ahad 22 Sya’ban 1429 H/24 Agustus 2008 di salah satu Pesantren. Kami tidak sampai hati menuliskan sembilan nama Kiyai sebagai tim perumus yang sejatinya mukarramun. Inti dari taushiyah tersebut meminta masyarakat khususnya kalangan tertentu dari kaum muslimin, ’agar mewaspadai gerakan Wahabisme yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang bertujuan menghilangkan syari’at dan tradisi Yasinan, Tahlilan, Qunut dan Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, serta tradisi lainnya yang suka dilakukan Ahlussunnah Waljama’ah.
Sebagai partai da’wah yang berfungsi memberikan pencerahan kepada masyarakat luas, PKS harus menjelaskan siapa ia sebenarnya. Sesuai AD-ART partai, lembaga yang berkompeten menjelaskan pandangan dan sikap keagamaan PKS adalah Dewan Syari’ah. Sedangkan pandangan atau sikap keagamaan kader PKS secara individual tidak mencerminkan pandangan dan sikap partai. Berikut ini pandangan resmi Dewan Syari’ah Pusat PKS tentang beberapa masalah keagamaan yang telah dipolitisir.
1. PKS dan Ahlussunnah Wal Jama’ah
Sebagai partai dakwah PKS berpegang teguh kepada aqidah ahlussunnah waljamaah dengan sumber rujukan utama sebagaimana termaktub dalam Ittijah Fiqih Dewan syari’ah PKS, berupa Mashadir Asasiyah (sumber hukum primer) yang disepakati oleh Jumhur Ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah, yaitu al-Qur’an, Sunnah yang suci, ijma’ dan qiyas.

2. PKS dan ’Wahabisme’
Tidak ada hubungan antara PKS dengan ’Wahabiyah’, yaitu gerakan yang dipimpin Syekh Muhammad bin Abdul Wahab di negeri Hijaz yang bertujuan untuk memurnikan ’aqidah dari Takhayul, Bid’ah dan Khurafat (TBC), berkerja sama dengan Malik Abdul Aziz dan menggunakan berbagai cara dari yang sifatnya halus sampai yang radikal. Jelas tidak ada hubungan historis karena PKS lahir pasca reformasi 1998. Tidak ada hubungan struktural organisatoris antara PKS dengan organisasi keagamaan di Saudi Arabia. Bahwa di antara pimpinan PKS pernah studi di Saudi Arabia, hal yang sama berlaku juga pada ormas Islam yang lain. Bahkan ada yang pendirinya pernah mukim di sana. Tapi tidak lantas ormas-ormas tersebut boleh dituduh sebagai pengusung ’Wahabiyah’.

3. Kolektivitas dan keberagaman di PKS
Sebagai partai da’wah yang berprinsip kejama’ahan, maka sifat kolektifitas menjadi ciri PKS yang mewadahi keberagaman, baik dalam rekruting kader maupun pandangan keagamaan dan politiknya.
Ketua Majelis Syura PKS KH. Hilmi Aminuddin alumni Universitas Islam Madinah, dekat dengan kalangan Persis.
Duta besar RI di Saudi Arabia Habib DR. Salim Segaf Al Jufri adalah seorang habib cucu pendiri Al Khairat dan salah seorang pendiri Partai Keadilan. Beberapa habaib yang lain fungsionaris PKS seperti Habib Abu Bakar Al Habsyi, Habib Nabil Al Musawwa, Habib Fahmi Alaydrus.
Presiden pertama Partai Keadilan DR. H. Ir. Nurmahmudi Ismail, MSc lulusan Amerika, berlatar belakang pesantren di Kediri yang kental ke NU-annya.
Presiden kedua Partai Keadilan dan PKS yang kini Ketua MPR RI DR. H. M. Hidayat Nurwahid, MA lulusan Universitas Islam Madinah, berlatar belakang Muhammadiyah.
Presiden PKS yang sekarang Ir. H. Tifatul Sembiring alumni sekolah tinggi teknik di Indonesia dan kursus manajemen politik di Pakistan punya latar belakang organisasi di PII.
Ketua MPP-nya Drs. H. Suharna Surapranata, MT lulusan UI dan Jepang berlatar belakang aktivis masjid kampus.
Ketua Dewan Syari’ah PKS KH. DR. Surahman Hidayat, MA tamatan universitas Al Azhar Mesir yang bermazhab Syafi’i, latar belakangnya NU dan PUI, sebelumnya PII dan HMI.
Beberapa anggota Dewan Syari’ah Pusat juga berlatar belakang NU seperti KH. DR. Muslih Abdul Karim, MA murid kesayangan KH. Abdullah Faqih, Langitan. H. Bukhari Yusuf, MA, sekretaris DSP, murid kesayangan KH. Noer Ahmad S, ahli Ilmu Falak NU. H. Bakrun Syafi’i, MA alumni Pesantren Al Munawwir, Krapyak, Yogyakarta adalah murid kesayangan KH Ali Ma’shum. H. Amang Syafruddin, Lc, Msi alumnus Pesantren NU Cipasung, Tasikmalaya yang sering dipuji sebagai murid nomor 1.
Beberapa ulama seperti Prof. DR. KH. Didin Hafidhuddin, MS (ketua Baznas), DR. Ahzami Samiun, MA. (putra dari tokoh NU, KH. Samiun Jazuli), Prof. DR. Ahmad Syathori (alumni pesantren Babakan Ciwaringin dan Buntet), adalah tempat bertanya dan rujukan kader PKS.

4. Furu’iyah di PKS
Da’wah PKS menekankan pada tema-tema besar yang bersifat prinsip (qadhaya ushuliyah). Ini supaya da’wah PKS bersifat mempertemukan mempersatukan (jami’ah-tajmi’iyah) dan tidak menimbulkan perselisihan/perpecahan (tafriqiyah). Ittijah fiqh (orientasi fikih) Dewan Syari’ah PKS mendahulukan fiqh persatuan (i-tilaf) daripada fiqh perbedaan (ikhtilaf). Menggali dan mengambil faidah dari khazanah fiqhiyah yang ada dengan prinsip ”Almuhafazhatu ’alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah” mengambil pendapat klasik yang masih cocok dan pendapat baru yang lebih maslahat. Tapi dalam praktik keseharian memperhatikan harmoni dengan mazhab yang banyak dipraktikan yaitu madzhab Syafi’i. Mengedepankan cara kompromi (thariqatul jam’i) atas tarjih, dan menggunakan prinsip keluar dari khilafiah (khuruj ’anil khilaf) sejauh dimungkinkan. Kemudian terhadap perbedaan dalam masalah cabang (furu’) mengedepankan sikap toleran (tasamuh). Prinsip yang dipegang ”NATA’AWANU FIMA ITTAFAQNA ’ALAIHI WA YA’DZURU BA’DHUNA BA’DHAN FIMA IKHTALAFNA FIHI” – Bekerjasama dalam hal-hal yang disepakati dan saling menghormati dalam hal-hal yang diperselisihkan.

5. Sikap PKS dalam masalah khilafiyah
Berikut ini beberapa masalah khilafiah/furu’iyah yang sering dijadikan alat untuk memfitnah PKS dan pandangan resmi Dewan Syari’ah Pusat PKS tentang itu.

a. Do’a Qunut
Bagaimanapun do’a qunut status hukumnya sunat. Yang disepakati adalah do’a qunut dalam shalat witir, qunut nazilah dalam shalat fardhu yaitu memohon tolak bala dari kaum muslimin dan mendo’akan bencana bagi musuh Islam. Adapun qunut shubuh tetap saja merupakan masalah khilafiyah. Masalah pilihan, paling tinggi posisinya antara rajih dan marjuh, bukan antara sunnah dan bid’ah. Jadi tidak ada bid’ah dalam qunut shalat fajar. Dan mengamalkan yang marjuh bisa menjadi pilihan jika membawa kemaslahatan dalam mu’amalah. Jadi bukan sikap plinplan, tapi cerminan sikap bijak dan cerdas. Secerdas Imam Muhammad bin al Hasan al Syaibani murid Imam Abu Hanifah yang melakukan qunut ketika ziarah ke Mesir dan menjadi imam shalat shubuh. Ini karena beliau menghormati Imam Syafi’i -imam madzhab yang dominan di Mesir. Dan sebijak Imam Syafi’i yang tidak qunut shubuh ketika beliau ziarah ke Imam Muhammad di Baghdad.
Dalam pengamalan di acara-acara PKS kadang qunut shubuh kadang juga tidak, tergantung imamnya. Dan itu tidak pernah ada masalah.

b. Membaca do’a dan tahlil untuk yang meninggal
Pada dasarnya membaca do’a untuk mayit dianjurkan (sunat). Berkat ikatan ’aqidah tauhid tidak terputus hubungan sesama muslim dengan yang sudah mati sekalipun. Dalam al Quran ada do’a ”Rabbanagfirlana wa li-ikhwanina alladzina sabaquna bil imani, wala taj’al fi qulubina ghillan lilladzina amanu.. rabbana innaka raufurrahim”. (QS 59: 10). Menghadiahkan bacaan Surah al Fatihah atau lainnya untuk mayit, atau mewaqafkan/menshadaqahkan sesuatu atas nama atau menujukan pahalanya untuk mayit merupakan amal shalih yang diterima, sesuai pendapat jumhur ulama. Istigfar, tasbih, tahmid dan tahlil merupakan bagian dari keseluruhan do’a yang dibaca. Waktu berdo’a untuk mayit tidak harus dibatasi pada waktu atau hari-hari tertentu, dan tidak boleh disyaratkan, sehingga pilihan waktunya lebih luang dan leluasa sesuai kesempatan atau kemampuan.

c. Perayaan maulid Nabi saw
Perayaan memperingati maulid Nabi Muhammad saw menurut sebagian riwayat, digagas oleh Sultan Salahuddin al Ayyubi di Mesir dalam rangka meningkatkan ruhul jihad umat Islam. Sampai hari ini Universitas Al Azhar sendiri mensyi’arkan peringatan maulid Nabi saw. Bagi kepala pemerintahan seperti Sultan Salahuddin, hal itu merupakan kebijakan yang sesuai syari’ah (siyasah syar’iyah), yang didefinisikan imam Ibnu Uqail sebagai perbuatan yang dilakukan karena lebih maslahat bagi masyarakat dan lebih menghindarkan mereka dari mafsadat, meskipun tidak pernah disabdakan atau dicontohkan oleh Nabi saw. Adapun bagi masyarakat muslim, peringatan maulid Nabi saw pertimbangannya adalah semata-mata kemaslahatan (mashlahah mursalah). Dasar pertimbangan maslahat ini juga yang menyeleksi ragam acara yang dipandang membawa maslahat. Tentu saja dalam konteks ini ada ruang bagi tradisi dan kreasi yang baik, sehingga ada variasi dari tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu yang lain. Jika dibarengi niat yang lillah, untuk meninggikan Dinullah dan tidak ada sesuatu yang melanggar syari’ah dalam mata acaranya, insya Allah bernilai ’ibadah.
Di lingkungan PKS, biasa diadakan peringatan maulid Nabi saw baik oleh DPP maupun struktur di bawah. Bahkan dianjurkan agar pelaksanaannya bekerjasama dengan masjid, lembaga keagamaan atau masyarakat sekitar. Para kepala pemerintahan kader PKS biasa memprakarsai atau mensponsori. Para da’i atau asatidz kader PKS biasa menjadi penceramah dalam peringatan ini.

d. Yasinan
Disebutkan dalam sebuah riwayat Imam Ahmad bahwa Surah Yasin merupakan qalbunya al Quran. Membacanya merupakan ’ibadah. Disepakati anjuran membacanya di samping orang yang sakit parah. Boleh dibaca untuk pengobatan dengan ruqyah syar’iyah. Boleh membacanya untuk yang sudah meninggal, menurut jumhur ulama. Sejauh ada pendapat yang membuka peluang ’amal, adalah tidak bijak menutupnya bagi siapa yang ingin melakukannya. Waktu membacanya luas, boleh siang apalagi malam dan pada waktu-waktu yang khidmat. Tidak perlu dibatasi pada waktu tertentu. Pertimbangannya adalah kesempatan dan kekhidmatan. Membiasakan acara membaca al Quran atau memilih surat-surat tertentu, insya Allah merupakan ’adah shalihah atau tradisi yang baik. Memilih surat tertentu untuk dilazimkan dibaca, bukan karena mensyaratkan atau membatasi, tapi karena lebih menyukainya atau lebih familiar, insya Allah merupakan kebajikan, semoga Allah mempertemukan pembacanya dengan surat yang dicintai.
Secara umum, merupakan kebijakan dalam da’wah PKS untuk menghidupkan sunnah yang telah ditinggalkan (ihyaul sunnah al mahjurah) dan tradisi Islami yang menyemarakkan syi’ar Islam sebagai cerminan ketaqwaan.
Melalui bayan ini kami serukan kepada segenap pencinta kebenaran dengan semangat iman dan keadaban, agar tidak termakan oleh fitnah dan hasutan baik lisan maupun melalui selebaran gelap yang menuduh PKS adalah Wahabi dan bukan Ahlussunnah Wal Jama’ah. ”Berbuat dusta dan menyebarkannya adalah dosa besar” (HR Bukhori).
Hasbunallah wani’mal wakil, wahuwal muwaffiq ila aqwamith thoriq
Jakarta, 21 Syawwal 1429 /21 Oktober 2008
Dewan Syari’ah Pusat
Partai Keadilan Sejahtera
KH. DR. Surahman Hidayat, MA
Ketua
5. Kalau PKS Partai Islam, apa bedanya dengan partai lain yang tidak pake embel-embel Islam?
Asas Islam yang dianut PKS adalah Islam di atas pemahaman yang syamil, mutakamil, dan tawazun. Jauh dari citra keislaman yang kaku dan sempit atau menyepelekan dan meremehkan. Pemahaman kesilaman seperti dimaksud dikuatkan melalui basis pengkaderan yang kuat dan berkesinambungan. Karena itulah PKS menyebut dirinya dengan Partai Dakwah dan Partai Kader yang bersih, peduli dan profesional.
Bagi PKS, berpolitik dengan membentuk partai dan ikut pemilu sehingga masuk di parlemen, merupakan ikhtiar yang dilandasi oleh pemahaman sesuai dengan tuntutan waqi’i (kekinian/sekarang). Partai dianggap sebagai wadah untuk beramal jama’i dalam yang memberi keleluasaan memperliuas akses dan jangkauan da’wah, dan parlemen dianggap sebagai suatu arena untuk berkiprah mewujudkan kerja-kerja berkhidmat dan menimba pengalaman. Kami sadari bahwa partai politik bukan satu-satunya wadah. Ia hanya alat, bukan tujuan, dan bukan segala-galanya.
Namanya alat, dapat digunakan dapat pula tidak; sewaktu-waktu dapat dibuat jika diperlukan, dan dapat dibubarkan jika tidak berguna lagi.


6. Kenapa PKS berubah, tadinya tampil sangat Islami, sekarang malah menyebut diri dengan Partai Terbuka
PKS Dituntut Memperlakukan Objek Dakwah Sesuai Keadaannya
Menjelang Pemilu 2009, masyarakat mungkin akan melihat penampilan yang berbeda dari Partai Keadilan Sejahtera atau PKS. PKS yang dikenal sebagai partai dakwah ini melakukan perubahan diri dengan mengenalkan narasi baru yang mulai digelorakan sejak Mukernas PKS di Bali pada awal tahun ini. Masyarakat mungkin masih mengingat PKS dengan penampilan massa PKS yang bergamis, baju koko dan lagu-lagu nasyid. Meski penampilan budaya semacam ini tidak sepenuhnya hilang, masyarakat akan melihat keragaman dalam penampilan massa PKS.
Setiap orang mungkin juga masih mengingat dengan baik bagaimana cara massa PKS ketika berdemonstrasi. Meskipun selama empat tahun terakhir sangat jarang PKS menerjunkan massa, apa yang ditampilkan PKS sudah cukup terekam dalam ingatan masyarakat.
Kehadiran PKS memang bukan sekedar memperkenalkan diri sebagai partai dakwah, tetapi juga lengkap dengan budaya, gaya berpakaian, bahkan musik. Melalui budaya yang ditampilkan inilah masyarakat mengenal PKS dan langsung menganggap PKS sebagai partai eksklusif.
Pandangan ini, menurut Sekretaris Jenderal PKS M Anis Matta, tentu saja tidak betul. Apalagi, saat ini massa PKS tidak hanya mengenal nasyid, tetapi musik pop juga menjadi hal yang biasa. Bahkan, lagu kelompok Slank, Ungu, the Rock, dan Letto juga akrab di telinga pendukung PKS.
Adanya perubahan ini bukan berarti kader PKS sudah berubah. Perolehan suara PKS pada pemilu 2004 telah menambah warna massa PKS. Elite PKS juga menyadari bahwa untuk menjadi partai besar dan mendapat dukungan luas harus membuka diri.
masuknya pendukung-pendukung baru dalam keluarga besar PKS memang membuat massa PKS lebih beragam. Karenanya, PKS juga dituntut untuk mengapresiasi keragaman itu dengan metodologi dakwah yang variatif.
"Kebergaman ini anugerah yang harus disyukuri," ujar Anis Matta beberapa waktu yang lalu.
Meskipun demikian, sejumlah aktivis Islam, bahkan sejumlah masyarakat, tetap meragukan efektivitas perubahan penampilan ini tehadap perolehan suara PKS. Pasalnya, PKS dinilai terlalu kental budayanya.
Namun, perubahan itu sudah berjalan dan tetap akan dilakukan. PKS, yang pada pemilu lalu mengangkat tema Bersih dan Peduli, akan menegaskan lagi tema ini dalam pemilu mendatang dengan Bersih, Peduli dan Profesional.
Program peduli di antaranya dikembangkan dengan kepedulian terhadap kondisi tetangga. Artinya, setiap kader PKS diminta memiliki kepedulian terhadap tetangga di sekitarnya. Melihat apa kesulitan yang dihadapi dan sedapat mungkin membantu mencari solusinya.
"Membantu ini tidak harus dengan uang, tetapi dengan tawaran alternatif jalan keluar,"ujarnya.
Menurut Anis Matta, sudah saatnya PKS untuk menampilkan diri dalam wujud kebangsaan yang kental agar masyarakat tidak ragu lagi dengan PKS. "Apalagi, masyarakat saya kira masih yakin dengan bersihnya kader-kader PKS selama duduk di legislatif dan eksekutif. Inilah keunggulan PKS yang harus diperkuat,"ujarnya.
(Sumber : Kompas)
Sebagaimana kita ketahui bahwa beragam orang dan komunitas datang dan bergabung dengan PKS. Mereka ini adalah obyek dakwah yang harus mendapatkan apresiasi. Dan bentuk apresiasi PKS terhadap kemajemukan pendukung adalah memahami kebiasaan-kebiasaan mereka agar bisa diarahkan kepada kemanfaatan dan kemaslahatan, atau minimal mencegah atau menghentikan kerusakan-kerusakan yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan tersebut. Misalnya kebiasaan komunitas tertentu yang telah bergabung dengan PKS untuk nonton bola. Mereka tetap akan nonton, bareng kita atau tidak. Hanya saja ketika mereka nonton dengan kita, kita bisa menjamin bahwa mereka nonton bareng kita dengan tidak melakukan praktek judi dan mabuk minuman keras. Olehnya itu ketikan beberapa kader harus menemani mereka nonton, bukan berarti bahwa kader PKS sudah berubah; lebih suka nonton dari pada baca Qur'an. Semua itu dilakukan karena ada mashlahat dakwah yang ingin dicapai melalui komunikasi yang dipandang tepat. Dalam fiqhud dakwah ketepatan berkomunikasi adalah hal yang harus diperhatikan, sebagaimana sabda Nabi. Saw:
خاطب الناس على قدر عقولهم
"Berbicaralah dengan manusia sesuai tingkat pemahamannya"

PKS Partai Terbuka
Jika sebagian kalangan menilai bahwa keputusan Mukernas PKS menjadi partai yang lebih terbuka dan siap membuka kran koalisi dengan PDI-P adalah pilihan konyol dan pragmatis untuk meraih kekuasaan, maka pandangan tersebut sangatlah keliru. PKS adalah Partai Da'wah yang segala sepak terjangnya didasarkan untuk kemaslahatan umat serta demi terbangunnya pemahaman Islam menjadi lebih baik lagi dikalangan masyarakat umum Indonesia. Sebagai partai politik PKS secara tegas meyakini bahwa melayani umat secara profesional, amanah, dan bersih adalah tuntutan Islam itu sendiri. Apakah yang akan dilayani itu cukup yang ber-KTP Islam saja? Atau yang berjenggot, bersarung, bersurban, atau yang di lemarinya terdapat bendera hitam bertuliskan 'lailahaillallah' saja? Tentunya tidak. Sebab Islam datang untuk menebarkan kebaikan dan kemaslahatan untuk semua umat manusia tanpa pandang bulu.
Al-Qur'anul karim menyebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dengan berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda untuk saling kenal mengenal:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (13)
"Wahai manusia, Kami telah menciptakan kamu laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal satu atas yang lain. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Tuhan adalah yang paling bertaqwa kepada-Nya". (Q.S. Al-Hujurat: 13).
Allah SWT juga berfiman:
“Jikalau Rabb-mu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabb-mu (yaitu para rasul as), dan untuk (perbedaan pendapat) itulah Allah menciptakan mereka, kalimat Rabb-mu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam itu dengan Jin dan Manusia (yang durhaka) semuanya.”( QS. Hud: 118-119(
Dua ayat di atas menjadi sebuah argumentasi perbedaan dan keragaman, termasuk dalam hal ini keragaman pijakan ideologi politik. Lantas apakah gara-gara mereka tidak berasas Islam mereka telah keluar dari kodrat sebagai makhluk Allah, dan tak layak lagi untuk disentuh dengan nilai-nilai dakwah? Jikalau persepsi itu benar adanya bahwa mereka yang berideologi Islam saja yang layak untuk dijadikan kawan, niscaya Allah SWT tak akan pernah memberi rizki dan kehidupan bagi makhluknya yang tidak beriman. Itulah fakta keragaman yang tak bisa dipungkiri. Tanpa keragaman niscaya tak akan pernah dikenal sebutan bahwa Islam adalah rahmatan lil 'alamin.
PKS sebagai partai da'wah senantiasa mengedepankan husnudzon kepada semua pihak, dengan latar belakang apapun. Baik latar belakang agama maupun pilihan politiknya. Bahwa setiap orang atau kelompok memiliki potensi kebaikan. Bukankah kita sering disodori pertanyaan yang kadang tidak mudah untuk memberikan jawaban yang pas, kenapa ada orang Islam perilakunya buruk dan suka menfitnah, sementara ada orang non-muslim tetapi baik hati dan dermawan bagi lingkungan masyarakatnya?. Pertanyaan itu menyiratkan alasan bahwa kebaikan itu pada semua pihak. Karenanya, argumentasi kelebihan dan kekurangannya itulah yang menjadikan kita berkoalisi dengan semua pihak di pentas politik.

Kalau PKS Partai Islam, apa bedanya dengan partai lain yang tidak pake embel-embel Islam?

Ketika PKS menjadikan Islam sebagai asasnya, maka itu mengandung konsekuensi impementatif. Artinya PKS dituntut untuk mengembang misi keislaman diatas pemahaman baik dan menyeluruh, tidak kaku dan sempit. Para ulama sepakat bahwa pemahaman adalah salah satu faktor terpenting keberhasilan kita meniti jalan yang lurus, baik dalam kehidupan pribadi maupun jama’i. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah bahkan mengatakan:
العَامِلُ عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرُ مِمَّا يُصْلِحُ
Orang yang beramal tanpa ilmu (pemahaman) akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki.


Pemahaman keislaman tersebut akan mengantar setiap kader PKS mewujudkan cita-cita mulia Islam menghadirkan kemaslahatan bagi umat manusia dan mendekatkan mereka kepada kebenaran dan kebaikan. Salah seorang ulama mazhab Hambali, Abul Wafa Ibnu Aqil rahimahullah berkata:
"السِّيَاسَةُ مَا كَانَ مِنَ الأَفْعَالِ بِحَيْثُ يَكُونُ النَّاسُ بِهِ أَقْرَبَ إِلَى الصَّلاَحِ وَأَبْعَدَ عَنِ الْفَسَادِ، وَإِنْ لَمْ يُشَرِّعْهُ الرَّسُولُ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَلاَ نَزَلَ بِهِ وَحْيٌ، فَإِنْ أَرَدْتَ بِقَوْلِكَ: لاَ سِيَاسَةَ إِلاَّ مَا وَافَقَ الشَّرْعَ: أَيْ لَمْ يُخَالِفْ مَا نَطَقَ بِهِ الشَّرْعُ فَصَحِيْحٌ، وَإِنْ أَرَدْتَ مَا نَطَقَ بِهِ الشَّرْعُ فَغَلَطٌ وَتَغْلِيطٌ لِلصَّحَابَةِ"
Siyasah (syar’iyyah) adalah semua tindakan yang dengannya manusia lebih dekat dengan kebaikan dan semakin jauh dari kerusakan meskipun tindakan itu tidak pernah disyariatkan oleh Rasulullah saw dan tidak ada wahyu Al-Quran yang turun tentangnya. Kalau anda mengatakan: Tidak ada siyasah syar’iyyah kecuali apa-apa yang sesuai syariat atau tidak bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh syariat, maka itu adalah benar. Namun jika yang anda maksudkan dengan siyasah syariyyah hanyalah yang disebutkan oleh syariat, maka itu adalah kesalahan sekaligus menyalahkan para sahabat Rasulullah saw.

Dikatakan menyalahkan sahabat Rasulullah saw, karena mereka, terutama Khulafa Rasyidin – radhiyallahu ‘anhum – telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak semuanya disebutkan secara tersurat oleh Al-Quran dan Hadits Rasulullah saw.

Apa yang dikatakan oleh Ibnu Aqil sejalan dengan apa yang disebutkan oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta’alim bahwa pendapat imam atau wakilnya – selama tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syar’i dapat diamalkan, baik dalam hal-hal yang tidak ada nash-nya dari Al-Quran atau Hadits, atau memiliki dalil dari Al-Quran atau Hadits namun dalil tersebut multi interpretatif lalu pemimpin memilih salah satu interpretasi, atau dalam kaitannya dengan maslahat yang tidak diatur oleh syariat dan tidak pula diingkari.




7. Kenapa iklan PKS menyebut Suharto pahlawan dan guru bangsa?
Kita dan Suharto
oleh: Hilmi Aminuddin

Beberapa pekan terakhir ini media digonjang-ganjingkan oleh komunikasi politik kita, mereka dikejutkan dengan iklan yang kita tayangkan yang menampilkan seorang tokoh bangsa yang dianggap kontroversial untuk ditampilkan sejajar dengan tokoh bangsa lainnya. Sebut saja, tokoh kontroversial itu adalah Jendral Suharto, Presiden RI kedua. Iklan ini juga menuai kontroversi yang cukup tajam di internal kita. Bahkan beberapa isu tak sedap sempat beredar, diantaranya dugaan beberapa ikhwah bahwa qiyadah kita menerima dana dari keluarga cendana.

Disini saya tak akan membahas tentang isu atau rumor yang berkembang terkait pemunculan iklan itu, saya ingin lebih fokus membahas tentang bagaimana seharusnya saya, atau ikhwan dan akhwat memahami sebuah komunikasi politik yang dilakukan oleh partai kita. Ok, kita mulai. Bismillahirrahmanirrahiim.

Iklan yang menghebohkan itu hanya berdurasi 15 detik dan ditayangkan selama 3 (tiga) hari melalui media televisi lokal. Menampilkan flash back para tokoh bangsa yang merepresentasikan perjuangan mereka di berbagai bidang dan bentuk. Ada KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asyari, lalu Bung Tomo, kemudian Panglima Besar Jendral Sudirman, Sukarno, Bung Hatta, DR. Muhammad Natsir, dan Jendral Suharto. Iklan itu ditutup dengan menyebut semua tokoh yang ditampilkan sebagai Pahlawan dan Guru Bangsa.

Dari berbagai komentar, diskusi, pendapat, tanggapan, atau reaksi yang muncul dari berbagai kalangan dan juga internal kita terkait iklan itu, saya mendapatkan gambaran bahwa yang dianggap 'cukup berat' dari tayangan iklan itu adalah karena iklan itu menampilkan Jendral Suharto yang disejajarkan dengan para tokoh lainnya dan menyebut sosok Suharto sebagai Pahlawan dan Guru Bangsa. Ada juga tanggapan lain yang tak kalah keras dari kalangan-kalangan yang merasa 'memiliki' tokoh-tokoh yang ditampilkan tersebut. Mereka merasa keberatan tokoh yang merupakan symbol komunitas mereka dijadikan iklan kita.

Terhadap berbagai komentar, diskusi, pendapat, tanggapan, atau reaksi yang muncul itu menurut saya seharusnya tidak menjadi persoalan buat kita, karena sebagai kader dakwah kita tentu memahami bahwa setiap komentar, pendapat, atau persepsi, atau reaksi yang muncul terkait iklan tersebut dari setiap orang adalah hak asasi setiap orang dan harus dihargai.

Sekarang, sebagai kader dakwah, dengan berbekal tarbiyah yang sudah kita jalani bertahun-tahun, semenjak kita berada di mihwar tanzhimi hingga sekarang di mihwar mu’assasi, setidaknya kita dapat memaknai semua hal diatas dengan menggunakan berbagai pendekatan.

1. Pertama: Pendekatan Dakwah
Kita adalah Partai Dakwah, dan kita punya slogan "Nahnu Du'at Qabla Kulli Syai'in". Diantara esensi dakwah adalah menebar hidayah kepada setiap manusia dan mengajak mereka ke jalan Allah. Intinya, untuk menebar hidayah dan mengajak manusia ke jalan Allah itu kita perlu membangun komunikasi dengan seluruh manusia, untuk menyampaikan dakwah kita, agar mereka memahami apa yang kita perjuangkan. Dalam pandangan kita, setiap orang berhak menerima dakwah, setiap orang berhak menerima hidayah, apapun sukunya, apapun agamanya, apapun bangsanya, apapun ideologinya, tua, muda, besar, kecil, kaafatan linnaas.. Siapapun yang kita temui adalah obyek dakwah, termasuk Suharto dan keluarganya.
Ada satu hal penting lagi yang patut kita renungkan, bahwa dengan siapapun, apakah dengan Suharto, dengan Sukarno, atau dengan siapapun, kita memiliki alaqoh (hubungan) yang tidak terputus, yaitu hubungan sebagai sesama muslim. Ya, karena kita bukan kaum takfiriyyin yang mudah mengkafirkan orang lain secara serampangan. Dan sebagai sesama muslim, tentu ada huquq baina muslimin (hak dan kewajiban terhadap sesama muslim) antara kita dengan siapapun sesama muslim yang harus kita penuhi sebagaimana yang telah kita ketahui sebelumnya.

2. Kedua: Pendekatan Sejarah
Bahwa membangun sebuah Negara bukanlah persoalan kecil. Ia bukanlah sekedar membangun hal-hal yang bersifat fisik seperti membangun gedung, jembatan, atau membangun teknologi maju. Membangun Negara adalah membangun sebuah peradaban. Lebih jelas lagi, kita ingin membangun sebuah peradaban yang besar dan langgeng. Membangun sebuah peradaban besar dan langgeng tidak bisa selesai dilakukan oleh satu generasi. Ia harus merupakan mata rantai estafeta kerja antar generasi. Mempelajari sejarah Indonesia, setiap pergantian antar pemerintahan selalu terjadi dalam bentuk tesis dan anti tesis. Bentuk ini terjadi sejak zaman kerajaan dahulu hingga sekarang. Setiap rezim pemerintahan di akhir masa kekuasaannya selalu dihabisi oleh rezim yang menggantikannya. Tindakan cut off seperti ini memiliki ekses opini bahwa rezim yang berkuasa tidak memiliki kebaikan sama sekali karena itu pantas dihabisi, jasadiyan, ruhiyan, wa fikriyan, tak bersisa. Akibatnya adalah, setiap kali rezim yang baru memulai pemerintahannya, ia harus memulai dari nol. Nah, jika bentuk tesis dan anti tesis seperti ini dipertahankan terus, kapan kita bisa menyelesaikan proyek membangun peradaban itu? Jika antar generasi saling mengutuk dan saling dendam, kapan kita bisa membangun negeri ini dengan benar? Karena itulah kita memilih bentuk lain dalam mensikapi sejarah panjang bangsa kita. Tidak lagi dalam bentuk tesis dan anti tesis, tetapi kita melakukan sintesa, yaitu mengambil dan mengkombinasikan seluruh elemen positif dari rangkaian panjang sejarah perjuangan nasional sebagai bangsa. Artinya, kita menerima dengan bijak seluruh mata rantai sejarah perjuangan bangsa kita, mengambil, memanfaatkan, dan melanjutkan kebaikan-kebaikan yang ada di tiap generasi, memperbaiki kekurangannya, dan meninggalkan keburukannya. Bahwa generasi sebelumnya pernah melakukan kesalahan dan patut dihukum, kita juga tak akan menghalangi proses hukumnya. Tetapi kebaikan-kebaikan dan nilai-nilai yang relevan untuk dilanjutkan, akan kita lanjutkan dan kembangkan. Singkatnya, apa yang baik-baik dari generasi terdahulu kita ambil, yang jelek-jelek kita buang. Dengan memilih bentuk sintesa ini, dimana rekonsiliasi menjadi kata kuncinya, kita tak perlu lagi mulai dari nol untuk membangun peradaban, sehingga kerja-kerja membangun peradaban bisa lebih efektif dan efisien.

3. Ketiga: Pendekatan Politik
a. Untuk menghadapi perjuangan besar 2009, kita perlu memetakan kekuatan kompetitor kita, termasuk kompetitor yang 'potensial' menghambat atau bahkan 'memukul' kita. Kita menggunakan kata 'potensial' disini, bukan berarti bahwa sudah ada agenda memukul atau menghambat dari mereka. Ini penting, karena kita ingin memasuki ruang besar yang lebih luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nah, kekuatan kekuatan yang kita petakan akan berpotensi menghambat itu perlu kita lunakkan, atau paling tidak kita lemahkan daya benturnya terhadap kita. Kenapa? Karena kita obyektif melihat political real power kita. Memang kita memiliki nilai intrinsik nama besar PKS yang solid, bersih, peduli, dan professional. Alhamdulillah, semua itu berkat rahmat Allah dan kerja-kerja kita semua. Tetapi harus sama-sama kita sadari bahwa political real power kita hanya 8,35%. Meminjam perumpaan dari MA, dengan political real power kita yang hanya 8,35% itu, dan penampilan kita yang simpatik, kita bagaikan seekor kucing, yang berbulu indah, bermata bulat, lucu dan menggemaskan. Artinya, meski orang-orang diluar kita menyebut kita solid, bagus, besar, kita tetap tidak boleh tertipu, karena political real power kita hanya 8,35%. Maka, seekor kucing ketika menyadari adanya potensi ancaman, tidak perlu mengaum seperti singa. Jika kita mengaum seperti singa karena tertipu oleh nilai intrinsik kita, maka sangat mungkin kekuatan ancaman ituakan menghadapi kita seperti menghadapi seekor singa, bukan lagi menghadapi seekor kucing. Ini tentu membahayakan kita. Kekuatan kita yang baru sebesar kucing, tak akan mampu bertahan menghadapi serangan lawan yang menghadapi kita dengan mengerahkan kekuatan sebagaimana mereka menghadapi singa.
b. Menampilkan sosok Jendral Suharto dalam iklan kita, bisa dipahami sebagai upaya sang kucing manis melunakkan kekuatan-kekuatan yang potensial akan menghambat di 2009. Bagaimanapun, Jendral Suharto adalah 'kebanggaan' TNI, karena ia merupakan salah satu dari 3 (tiga) Jendral yang mendapat anugerah bintang lima dari TNI selain Jendral Sudirman dan Jendral AH Nasution. Disamping itu, Suharto juga salah satu tokoh yang paling disegani oleh masyarakat dengan kultur Jawa yang kental, yang jumlahnya hampir sekitar 70 (tujuh puluh juta) jiwa di negeri ini, selain ia juga salah satu tokoh pendiri yang paling dihormati dari partai besar yang menguasai negeri ini selama 32 tahun.
c. Terkait penyebutan gelar-gelar kepada Jendral Suharto sebagai Pahlawan atau Guru Bangsa, menurut saya bukan persoalan dan tak sampai menodai aqidah kita, karena sejak dulu kita tidak pernah mensakralkan gelar-gelar itu ataupun gelar lainnya. Kita memahami bahwa hanya Rasulullah SAW lah yang ma'shum, selain beliau pasti ada salah dan kurangnya, apakah ia pahlawan, atau guru bangsa, atau pahlawan reformasi, atau tokoh, atau presiden, atau diri kita sendiri.
d. Terakhir, dan ini yang terpenting, kita tidak pernah kehilangan pandangan obyektif terhadap siapapun. Jika ada kebaikan kita akui, kita hargai, kita manfaatkan dan kita lanjutkan, jika ada keburukan dan mesti dihukum, kita dukung bahkan kita menjadi pelopor prosesnya. Jadi, dalam hal ini tidak ada istilah keyakinan kita terbeli. Itulah sebabnya kita tetap menjalankan agenda reformasi 1998 yang salah satu agenda utamanya adalah menurunkan Suharto. Padahal saat itu banyak lembaga-lembaga Islam yang meyayangkan Suharto jatuh, bahkan menuduh tindakan menjatuhkan Suharto sebagai konspirasi Amerika, karena kurun waktu itu (1988-1997) justru Suharto sedang dekat dengan umat Islam. Unsur-unsur lembaga Islam bahkan membentuk Pamswakarsa, yang dengan gigih membela dan mempertahankan Suharto, dengan jiwa dan raga mereka. Menghadapi berbagai situasi pelik waktu itu, kita tetap meneruskan agenda tersebut. Bahwa banyak kerja-kerja yang bermanfaat bagi umat Islam yang dilakukan Suharto, kita akui dan mudah-mudahan dicatat sebagai amal shaleh disisi Allah SWT. Tetapi bahwa ia adalah diktator, kekuasannya mesti dihentikan. Jadi sekali lagi, kita tidak kehilangan obyektifitas dalam memandang siapapun.



4. Keempat: Pendekatan Marketing Communication
a. Iklan yang menghebohkan itu hanya berdurasi 15 detik dan ditayangkan selama 3 (tiga) hari melalui media televisi lokal. Menampilkan flash back para tokoh bangsa yang dimaksudkan untuk merepresentasikan berbagai segmen. Ada KH Ahmad Dahlan yang merepresentasikan segmen Muhammadiyah. Ada KH Hasyim Asyari yang merepresentasikan segmen NU, lalu Bung Tomo yang merepresentasikan segmen TNI pejuang nasionalis, kemudian Panglima Besar Jendral Sudirman yang merepresentasikan segmen pejuang Islamis. Iklan itu juga menampilkan Proklamator dan Presiden RI pertama Sukarno, lalu Bung Hatta, Proklamator dan Wakil Presiden RI pertama. Lalu ada DR. Muhammad Natsir, tokoh nasional yang berasal dari Sumatra, dan Jendral Suharto, yang merepresentasikan segmen TNI, segmen kalangan masyarakat yang kental dengan kultur Jawa, dan segmen salah satu partai besar yang berkuasa di negeri ini selama 32 tahun.
b. Secara substansial, iklan itu dimunculkan untuk mengkomunikasikan pesan dan cara pandang kita terhadap sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia membangun negerinya. Bahwa perlu ada kesinambungan antar generasi dan konsolidasi nasional untuk membangun negeri yang kita cintai ini. Bahwa untuk membangun negeri ini tidak boleh ada dendam antar generasi dan antar elemen bangsa. Nah, mengkomunikasikan pesan seberat itu dalam bentuk iklan yang dipahami masyarakat berbagai lapisan, tentu bukan persoalan mudah. Saat ini, media televisi dianggap paling efektif menjadi sarana mengkomunikasikan pesan kepada masyarakat. Permasalahannya, beriklan melalui media televisi membutuhkan biaya besar. SBY misalnya dikabarkan telah menyiapkan dana untuk iklan 100 milyar, Probowo saat ini sudah menghabiskan 77 milyar untuk iklannya. Kita? Berapa dana yang kita siapkan untuk iklan? Kita perlu berpikir, bagaimana dengan dana yang sedikit, tetapi orang 'terkesan' dengan iklan kita. Bagaimana iklan itu menjadi pembicaraan orang. Bagaimana dengan iklan itu orang menjadi tertarik untuk meminta penjelasan kita lebih jauh. Artinya, iklan bagi kita bukanlah tujuan, ia hanya alat, agar kita bisa menjelaskan apa maksud 'dibelakang' iklan kita. Dan inilah yang terjadi. Dua pekan berturut-turut setelah iklan itu muncul di televisi, media massa dan elektronik mencari kita. Kita menjadi 'news' dimana-mana. Nah, akhirnya, tanpa biaya besar, kita bisa menjelaskan cara pandang kita itu kepada masyarakat, bahkan tema sentral iklan kita menjadi topik diskusi yang hangat di media dan masyarakat, selama 2 (dua) pekan berturut-turut.
c. Adapun bahwa iklan itu kemudian memunculkan tanggapan beragam dan menuai kontroversi, pro dan kontra, di internal dan eksternal kita, sudah menjadi resiko dan harus diterima. Karena, kita tak bisa mengendalikan persepsi orang lain. Tetapi dalam perkembangannya, kita lihat sekarang reaksi yang muncul sudah semakin obyektif, paling tidak sudah muncul komentar " Cerdas itu PKS, iklannya cuma tayang sebentar tapi beritanya tidak berhenti-berhenti...".

Menutup pembicaraan, ada satu hal yang lebih penting dari sekedar persoalan memahami iklan Suharto. Pertama, memahami bahwa ada berbagai pola komunikasi yang dikembangkan dalam jama'ah kita. Ada khithab ikhwani, ada khithab islami, ada khithab insani, dan ada khitab wathani. Masing-masing memiliki pola dan uslub sendiri. Khitab ikhwani kita gunakan untuk berkomunikasi dengan sesama ikhwah. Khitab islami kita gunakan untuk berkomunikasi dengan sesama muslim. Khitab insani kita gunakan untuk berkomunikasi dengan sesama manusia, apapun agama dan ideologinya. Sedangkan khithab wathani kita gunakan untuk berkomunikasi dengan elemen sebangsa dan se-tanah air, dalam upaya menyatukan persamaan dan meminimalisir perbedaan. Semua pola komunikasi itu memiliki tujuan yang sama, yaitu mengkomunikasikan apa yang kita perjuangkan. Nah, dengan mengetahui berbagai pola komunikasi yang dikembangkan dalam jama'ah ini, kita bisa memahami pola komunikasi apa yang digunakan dalam iklan Suharto itu.

Kedua, menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa kita sudah masuk ke dalam mihwar mu'assasi, yang menjadi muqaddimah bagi mihwar daulah. Sebagai kader, kita mesti mempersiapkan, mendewasakan dan mematangkan diri dengan baik untuk dapat 'survive', eksis, dan kontributif di mihwar ini. Karena, li kulli mihwarin ihtiyajatuha, wa li kulli mihwarin rijaaluha. Oleh karena itu, usrah, halaqah, tatsqif, daurah, dan sarana tarbiyah lainnya harus semakin dikokohkan. Tarbiyah dzatiyah harus menjadi kelaziman. Unsur Arkanul Ba'iah dalam diri kita harus semakin kokoh dan berkembang. Jika tidak, maka kita akan tertinggal, dan akhirnya hanya menjadi target dan sasaran isu-isu negative yang tidak bertanggung jawab... Wallahu'alam.

Jakarta, 4 November 2008

Tanggapan terhadap PKS Watch tentang iklan Suharto
Yth. DOS dan Sinisme PKS

1. Salah satu ciri khas PKSWATCH dan para muqollidnya di sini adalah mengambil kesimpulan melebihi data yang dimiliki. Salah satunya komentar-komentar yang muncul pada posting-an kali ini.

2. Iklan politik hanyalah iklan politik. Itu data dan faktanya. Tidak lebih tidak kurang. Iklan juga bukan pernyataan resmi official statement sebuah lembaga. Iklan hanya menggambarkan sebagian kecil saja dari realitas entitas yang beriklan itu. Kalau dikatakan,"Nelfon Gratis*" biasanya ada bintang kecil di ujung *ke sesama indosat. Ada pakem sendiri yang menjadi konvensi dalam dunia Iklan. Tidak bohong namun menggiring pemirsa.

Yang jelas, ketika kita menggunakan iklan, maka PKS tidak sedang berbicara kepada para kadernya. Tetapi berbicara kepada khalayak umum sesuai dengan Patokan “khatibunnas ala qadri uqulihim” (sesuai kemampuan intelektual ), atau khatibunnas ala lughatihim” (memperhatikan budaya dan bahasa kaumnya),

Kalau berbicara ke kader ada mekanisme i'lanat, bayanat, taklimat dsb.

Mengapa menggunakan metode iklan yang demikian? karena iklan PKS harus bersaing di tengah-tengah raksasa2 kandidat yang mengguyur media dengan danailan puluhan milyar bahkan trilyunan rupiah untuk iklan saja. Iklan pks hanya 30 detik dan hanya 3 hari. Iklan PKS hanyalah semut di antara gajah. Its just market strategic, you know!

Faktanya iklan 30 detik dalam 3 hari, Namun para muqollid menyimpulkan sampai 1000 paragraf cacian dan makian serta 1001 sumpah serapah selama 1 bulan penuh. Luar biaya daya hayal mereka para mufassir iklan itu. Terus terang, AM di dalem ketawa2 saja melihat antum berkomentar. Antum habiskan intelektualitas antum untuk membahasa iklan yang tidak ada gunanya itu. Bapak Ibu, itu cuma iklan. bukan kejadian besar di nusantara yang perlu mengambil 50% kecerdasan antum untuk menganalisisnya. Be propotional lah.... and be smart donk....

3. Mengenai guru bangsa dan pahlawan. Apa sih makna kedua kata itu? its nothing. Itu juga sekedar yaitu sekedar kata. misalkan Gus Dur , cak nur dulu disebut guru bangsa oleh bangsa ini. Apa sih keistimewaan mereka? nothing lah. Ini cuma permainan kata2 yang tiada makna. ini bukan kalimat-kalimat suci dari kitab suci dan Rasul kita.

Bagi kader, Peduli amat dengan gelar pahlawan dan guru bangsa itu. Seharusnya itu tidak perlu merisaukan hal itu. Its just a name. Gelar itu bukan gelar yang direkomendasikan Quran dan Hadits. Gitu aja kok repot !!!

Mungkin kalau PKS kasih gelar Soeharto sebagai syuhada atau Allah Yarham atau Soeharto Ash Shiddiq baru kita lawan pemberian gelar itu. Atau kita beri gelar waliyyul amri addarûri bissyaukah, seperti NU memberi gelar tersebut kepada Soekarno. Baru kita tentang. Pokok gelar2 yang berbau Islam lah.

Itupun kalau PKS memang benar2 memberi gelar tersebut kepada Soeharto sebagaimana NU memberikan gelar kepada Soekarno. Tetapi faktanya, bahwa PKS tidak pernah mengeluarkan surat keputusan atau surat permohonan kepada pemerintah untuk gelar tersebut. Tetapi hanya melalui SEKEDAR iklan.

Jadi para kader, tidak ada perubahan sikap PKS. Dan itu dapat dimutabaah melalui dokumen2 resmi partai atau surat2 resmi partai. Yang ada hanyalah seni berkomunikasi PKS kepada masyarakat yang beragam.

Itu cara kader memandang.

Tapi rupanya, gelar itu punya makna bagi orang lain. Maka kita gunakanlah gelar itu untuk menghargai jasa2 mereka agar para pengikutnya simpati dengan PKS. Plus juga mengajari partai lain cara membuat iklan yang cerdas dan mendidik dan bukan iklan kecap nomor satu yang menyesatkan dan membosankan.

2. Qoola DOS: ...ada rambu yang jelas kepada siapa kita bisa ber-wala, dan kepada siapa kita ber-baro. Rasulullah sudah mencontohkan sangat jelas sikap beliau kepada sang paman yang sangat berjasa itu, tidak menjadikannya pahlawan, tidak menjadikannya guru bangsa.

DOS, antum perlu menjelaskan dengan jelas apa hubungan pahlawan dengan wala. Apa hubungan guru bangsa dengan wala. Saya rasa, kita dapat mencontoh Nabi betapa Rasulullah ketika berkirim surat pada Heraklius menggunakan bahasa yang sopan. MIN MUHAMMAD ILA AZHIMI BASHRAH. Pengungkapan pahlawan dan guru bangsa sekedar gaya berkomunikasi dengan para Soehartois bahwa PKS tidak punya masalah dengan masa lalu. Atau kita dapat meniru Nelson Mandela : Maafkan namun jangan Lupakan. Agar tragedi masa lalu tidak terulang lagi.

3. Qoola DOS: Jadi kalau kita mau melihat Soeharto dan keluarganya sebagai objek dakwah, itu tentu sangat bagus. Tapi tentunya tidak dengan cara menjadikan Soeharto sebagai guru bangsa. Rasulullah menjadikan Abu Lahab, Abu Jahal dan orang-orang sejenis itu beserta keluarga mereka sebagai objek dakwah, tapi sama sekali beliau tidak meng-gurubangsa-kan mereka. Bahkan terhadap Abi Thalib saja pun, beliau tetap tidak meng-gurubangsa-kan sang paman, padahal kurang apa jasa sang paman pada beliau dan pada dakwah Islam pada masa itu?

Pertama, Soeharto dan Keluarganya adalah muslim. Berbeda dengan Aba Jahal yang kafir. Mereka mempunyai hak yang harus kita tunaikan sebagai muslim.

Kedua, Soeharto musuh Dakwah? Iya. Dan karena itu kita termasuk yang menggulingkan Soeharto pada tahun1998. Bahkah Amien Rais dengan beberapa dukungan kita seperti Ust. Ihasan Tanjung, dkk merencanakan apel sejuta umat di Monas. KAMMI dengan masiv menggalang dukungan Amien for PRESIDENT.
Namun perlu dicatat, bahwa mulai awal 90-an Soeharto mulai merapat ke Islam. Dia bangun ICMI, BMI, Pergi Haji dan mendapat tambahan Haji Muhammad Soeharto dari Malik Fahd, Mencanangkan pesantren Kilat di kampus2 selama liburan dan merestui KOmite Nasional untuk Rakyat Bosnia yang diketuai oleh probosutejo. Komite tsb. berhasil menggalah dana 2 milyar rupiah dan dibelikan..... SENJATA oleh pak Ripto untuk mujahidin Bosnia.

Yang disikat oleh Soeharto adalah aktifis kiri seperti PRD wa ikhwanuhum. Jadi wajar kalau dita indah sari dan budiman sujatmiko meradang dengan iklan2 PKS.
Kelompok Islam bahkan membela Soeharto dengan Pamswakarsa nya pada masa-masa pasca soeharto.

Dan fakta juga bahwa Golkar pada pasca soeharto tetap eksis. GOlkar yang notabenne adalah pendukung utama Soeharto tetap dipilih rakyat Indonesia meskipun Katanya Golkar lah yang menghancurkan Bangsa ini. Tesis Bahwa Rakyat Benci Soeharto perlu diuji kembali. Bahkan boleh jadi pada masa sulit sekarang seperti ini, rakyat kembali merindukan masa-masa Soeharto dulu yang tidak pernah antri beras, dolar rendah, dsb.

Inilah yang dikembangkan oleh Iklan gerindra, membuka lagi kenangan manis yang mungkin masih tersisa di alam bawah sadar rakyat indonesia yang miskin bahwa DULU kita hebat, sekarang ...., DULU kita kenyang, sekarang..... KOntras-kontras seperti itulah logika iklan gerindra itu.

Menurut saya yang benci soeharto itu adalah kalangan elit saja. Karena kepentingan2 mereka dijegal semua oleh Soeharto. Tapi rakyat, who knows? tidak pernah ada yang tahu. Yang jelas Golkar tetap eksis dan menang pemilu. Ada pro dan kontra tentang soharto. Ini semua menunjukkan bahwa Soeharto masih memiliki pendukung yang signifikan di republik ini. COntoh lain adalah proses hukum thd soeharto dan keluarganya yang tidak pernah tuntas. Artinya pengaruh Soeharto di birokrasi masih kuat. TNI? jangan ditanya. Soeharto adalah jendral besar bagi mereka. Ini Semua Fakta Bung. Tolong antum kalkulasi, kira2 bagaimana PKS harus bersikap tentang Soeharto? Yang jelas, jangan dilawan tetapi gunakan tenaga lawan untuk kepentingan kita. Seni ini disebut Taichi Politik. Menggunakan Tenaga Lawan untuk melawan mereka.

Metode ini diterapkan oleh Amrik di Afgan. Amerika tidak pernah melawan komunis di Afganistan, tetapi menggunakan tenaga umat islam atas nama jihad untuk memukul soviet di Afgan. Saudi atas dorongan Amrik, memberikan discount 50% harga tiket pesawat untuk para muslim yang ingin jihad ke afgan. Setelah Soviet kalah dan Amrik tidak lagi punya kompetitor, maka kita muslimlah yang disikat oleh Mereka.

Politik adalah wilayah perang akhi dan Perang adalah tipuan" [Shahih Bukhari No. 3030, Shahih Muslim No. 1740]. Huzaifah dikirim Rasul ke pasukan ahzab untuk memecah belah dengan berpura-pura sebagai kawanan quraisy. Anggap saja ini juga yang sedang kita praktekan sekarang. Apakah akan sukses seperti huzaifah atau gagal, kita lihat saja nanti. Man Propose, God Dispose.

4. Qoola DOS: Saya pernah menulis jawaban singkat terhadap hal ini di fasilitas komentar di artikel lain. Buat siapapun yang mengenang masa-masa "keemasan" ekonomi di era Soeharto, saya mohon agar ditelaah dan diteliti baik-baik. Soeharto melakukan itu at all cost. Siapapun juga bisa kalau membangun ekonomi dengan cara itu, hutang gila-gilaan dan jual murah aset negara (kekayaan tambang) pada kaum kapitalis. Hutan dikapling-kapling buat kroni, tambang emas, tembaga, minyak, dst dibagi-bagikan murah kepada kaum kapitalis.

Yang antum tulis memang benar. Kembali ke Laptop, yang PKS dikatakan adalah Soeharto punya jasa dan punya dosa. Jasanya kita hargai dan dosanya kita adili. Karena sudah mati, kita maafkan. Yang diadili yang masih hidup saja. PKS tidak pernah menghalangi penyelidikan atas segala kekayaan soeharto. What's wrong with that, honey?


5. Qoola DOS: Kalau alasannya karena berjasa menggusur komunisme, itu pun juga dengan at all cost. Jutaan rakyat mati seperti lalat, jutaan lainnya dipenjara tanpa sidang, jutaan keluarga hidup terlunta-lunta. Apakah saya pro komunisme? Sama sekali tidak. Bagi saya, komunis atau (lawannya) kapitalis itu sama jahanamnya. Kalau saya disuruh memilih salah satu, saya tidak akan memilih keduanya, saya akan berlepas diri. Waktu menumpas komunisme, Soeharto berpihak penuh kepada kekuatan kapitalisme. Dua-duanya sama jahanamnya. Kalau komunisme tidak mengakui adanya tuhan, maka kapitalisme bertuhankan uang. Kalau komunisme terbukti runtuh, kapitalisme baru-baru ini juga terbukti runtuh. Islam pun sama-sama tidak akan dapat tempat pada kedua sistem itu.

Kita tidak sedang berbicara komunis vis a vis kapitalis. Tetapi Islam vis a vis komunis di Indonesia. tahun 64-65 adalah tahun yang mencekam bagi bangsa ini khususnya umat Islam. Ayah saya diancam dibunuh PKI jika PKI menang. Dia adalah aktifis Pemuda Anshor. Kampanye PKI sangat sangar dan gahar. Rumah ortu saya ditandai oleh PKI dan ada kiyai terkenal pada masa itu yang masuk list PKI untuk dihabisi jika menang. Ustad Hilmi sebagai ketua KAPPI Bandung Selatan juga menyatakan hal yang sama. Saat itu begitu mencekam bagi kelompok Islam. Datanglah TNI yaitu Siliwangi yang memberikan Ustadz senjata dan pasukan untuk menumpas PKI. Psikologisnya adalah ketika anda diancam PKI, datang Tentara yang menghabisi sumber ancaman itu. Dan TNI saat itu adalah dikomandani oleh Soeharto.

Terlepas apakah dia juga bermain, atau menjadi antek kapitalis. Yang jelas adalah Musuh lawanmu adalah Kawanmu. APakah itu semua adalah jasa atau dosa soeharto kepada umat Islam antum simpulkan sendiri.

6. Kemudia sinyalemen bahwa PKS dapat uang dari cendana dan iklan itu adalah upaya menjilat cendana. Untuk ini masih perlu data yang kuat. Kalau AM atau FH dapat uang dari sumber2 itu mungkin saja dan data itu perlu dibeberkan disini. Kalau perlu foto2nya. Saya berlepas diri dari AM dan FH. Tetapi saya akan bela PKS semampu saya dari tudingan dan hujatan.

6. Inilah nasib bangsa ini, suka memperbesar yang kecil, dan mengecilkan yang besar. Kita, kader PKS ternyata masih terhinggapi mentalitas seperti ini.

8. Adakah perpecahan di kubu DPP PKS? Katanya ada kubu Sejahtera dan Keadilan

Perbedaan Pendapat dalam Islam
Perbedaan dalam alam semesta adalah sunnatullah yang membuat kehidupan menjadi harmonis. Perbedaan warna membuat kehidupan menjadi indah, kita tidak akan dapat mengetahui putih jika tidak pernah ada hitam, merah, hijau dan warna lainnya. Kita tidak akan dapat bekerja dengan baik jika jari-jari tangan kita ukuran dan bentuknya sama, seperti telunjuk semua misalnya, atau kita akan kesulitan mengunyah makanan jika bentuk gigi kita semuanya sama, taring semua misalnya, dst. Demikanlah harmoni kehidupan, alam semesta menjadi indah ketika ada perbedaan wujud dan fungsinya. Perbedaan pada wasa’ilulhayat (sarana hidup).
Permasalahan muncul ketika perbedaan terjadi pada minhajul hayah (jalan hidup). Perbedaan itu menjadi sangat membahayakan ketika terjadi pada dzatuddin (esensi agama). Firman Allah : “ Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya” QS. 40:13, atau perbedaan yang terjadi pada ushul (dasar-dasar) yang telah ditetapkan oleh Al Qur’an, AS Sunnah, maupun Ijma’. Sebab prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Al Qur’an, As Sunnah maupun Ijma’ adalah esensi dasar dari ajaran agama yang mempersatukan ajaran Muhammad SAW dengan ajaran para Nabi sebelumnya (QS. 29: 69, 5:15-16, 2:208), kemudian perbedaan tanawwu’ (penganeka ragaman) dalam pelaksanaan syari’ah, antara wajib atau sunnah. Wajib ain atau kifayah, dst.
Dengan demikian perbedaan itu dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok berikut ini:
1. Perbedaan pada Dzatuddin (esensi) dan Ushul (dasar-dasar) prinsipil. Perbedaan inilah diisyaratkan Allah :
“Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu”. QS. 11: 118-119
Inilah perbedaan yang menghasilkan perbedaan agama seperti , Yahudi, Nasrani, Majusi, dst. Dan untuk itulah Allah utus para Nabi dan Rasul untuk menilai dan meluruskan mereka. Firman Allah :
“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan…” QS 2:213

2. Perbedaan umat Islam pada Qaidah Kulliyah (kaidah umum). Perbedaan ini muncul setelah terjadi kesepakatan pada dasar prinsipil agama Islam. Perbedaan pada masalah inilah yang dapat kita fahami dari hadits Nabi yang memprediksikan terjadinya perpecahan hingga tujuh puluh tiga golongan. Perbedaan ini lebih terjadi pada minhaj (konsep) akibat infiltrasi ajaran Agama dengan konsep lainnya. Seperti akibat infiltrasi konsep Yahudi, faham materialis, Budhis, dsb. Rasulullah memberitahukan bahwa di antara umat ini ada yang mengikuti umat sebelumnya sejengkal demi sejengkal hingga tidak ada lagi eksistensi agama ini kecuali tinggal namanya. Perbedaan ini berada dalam rentangan dhalal (sesat) dan hidayah (benar), sunnah dan bid’ah. Seperti perbedaan Ahlussunnah dan Mu’tazilah, Qadariyah, Rafidhah, dsb.

3. Perbedaan pada Furu’iyyah (cabang). Perbedaan ini muncul pada tataran aplikatif, setelah terjadi kesepakatan pada masalah-masalah dasar prinsipil dan kaidah kulliyah. Perbedaan aplikasi ini sangat mungkin terjadi karena memang Allah telah jadikan furu’ (cabang) syari’ah agama terbuka untuk dianalisa dan dikaji aplikasinya. Al Hasan pernah ditanya tentang ayat :” …mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah …”QS 11: 118-119, ia katakan : “adapun orang-orang yang telah memperoleh rahmat Allah, maka mereka tidak akan berselisih dengan perselisihan yang membahayakannya.
Karena perbedaan pada tataran apliskasi ini suatu keniscayaan Allah memberikan referensi dasar untuk menjadi titik temu dari semua perbedaan pemahamam (QS. 4:59)
Maka perbedaan apapun yang muncul dalam tataran aplikasi/furu’iyyah harus dikembalikan kepada kitab Allah, dan rasul-Nya semasa hidup atau kepada Sunnahnya setelah rasul wafat.
Porsi perbedaan ini dilakukan oleh para Fuqaha (ahli fiqh) dalam persoalan furu’iyyah setelah terjadi kesepakatan pada masalah ushul. Al Baghdadiy, mengatakan : “ Siapapun yang mengidentikkan diri dengan Islam, menyadari sepenuhnya bahwa perbedaan yang tercela (sebagai ahlunnar dari 73 golongan) adalah perbedaan fuqaha dalam masalah furu’iyyah fiqh. Untuk menghadapi perbedaan halal-haram dalam masalah fiqh saja terdapat dua alur:
a. pendapat yang membenarkan semua pendapat mujtahid dalam masalah fiqh, atau dengan kata lain ijtihad fiqhiyyah/furu’iyyah adalah “semua benar”
b. pandangan yang menganggap bahwa ada satu kebenaran dari perbedaan yang bermacam-macam itu, selainnya salah, tetapi berpahala juga, artinya tidak tersesat.
Sampai di sini dapat kita fahami pandangan Imam Syahid Hasan Al Banna yang mengatakan bahwa khilaf (perbedaan) fiqhiy dalam masalah-masalah furu’iyyah tidak boleh menjadi sebab perpecahan, permusuhan, dan kebencian. Setiap mujtahid telah memperoleh balasannya. Sabda Nabi : “Jika seorang hakim berijtihad dan ijtihadnya benar maka memperoleh dua pahala, dan jika ijtihadnya salah ia memperoleh satu pahala”.

Perbedaan dalam masalah ijtihadiyyah diakui dalam syari’ah samawiyah (agama samawiy) terdahulu seperti yang terjadi antara Nabi Sulaiman dan Nabi Dawud dalam masalah tanaman yang dimakan kambing seperti yang diceritakan pada surah Al Anbiya/21:78 dst. Pada kasus ini Nabi Dawud memutuskan bahwa pemilik kambing harus membayar ganti rugi sebesar nilai kerusakan, dan ternyata harga kambing senilai kerusakan. Maka kambing itu diserahkan kepada pemilik kebun. Berbeda dengan Nabi Sulaiman yang memutuskan agar kambing diserahkan kepada pemilik kebun untuk diambil manfaatnya (susu dan bulu), sedang ladang diserahkan kepada pemilik kambing untuk dirawat, dan masing-masing akan mendapat miliknya kembali setelah klop. Allah memilih ijtihad Nabi Sulaiman, akan tetapi hal ini tidak akan mengurangi derajat Nabi Dawud di sisi Allah, karena masing-masing telah diberi kelebihan hikmah dan ilmu. Dan masing-masing adalah mujtahid yang mengambil keputusan setelah berfikir mendalam.
Dalam Islam kejadian serupa pernah pula terjadi, seperti ijtihad Rasulullah pada peristiwa qath’ulliynah (penebangan pohon kurma, QS. 59:5), tebusan tawanan perang Badr ( QS. 8:67) dsb.
Demikian juga Rasulullah SAW menyikapi perbedaan yang terjadi di kalangan sahabat, dengan memberikan pembenaran kepada mereka yang berbeda pendapat dalam ijtihad aplikatif. Seperti perbedaan pendapat dua sahabat yang diutus ke Bani Quraidhah, antara yang shalat ashar di tengah perjalanan dan yang shalat menunggu sampai di tempat tujuan setelah lewat waktu Ashar. Begitu juga sikap Nabi terhadap dua sahabat yang berbeda pendapat tentang shalat dengan tayammum, karena tidak ada air. Kemudian sebelum habis waktu shalat, mendapati air. Ada yang mengulang dan ada yang tidak.
Salafus-shalih menempatkan perbedaan pendapat ini sebagai salah satu bentuk rahmat Allah. Umar bin Abdul Azis mengatakan :” Saya tidak suka jika para sahabat tidak berbeda pendapat. Sebab jika mereka berada dalam satu kata saja tentu akan menyulitkan umat Islam. Merekalah aimmah (para pemimpin) yang menjadi teladan, siapapun yang mengambil salah satu pendapat mereka tentulah sesuai dengan Sunnah”.
Dalam menyikapi perbedaan sungguh kewajiban yang harus ditunaikan adalah musyawarah. Persoalan yang sangat memutlakkan musyawarah adalah persoalan politik, perjuangan, dakwah dan kenegaraan. Karena itu, ketika Rasulullah saw memimpin pasukan perang beliau harus bermusyawarah dengan para sahabat yang menjadi pasukannya, namun pada saat hasil keputusan musyawarah tidak dipatuhi, maka hal itu tidak boleh membuat seorang pemimpin menjadi emosional, Allah swt berfirman :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ(159)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhai kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka. Mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS. Ali Imran: 159)
Mengemas Perbedaan Pandangan dan Karakter PKS Menjadi Isu Perpecahan
PKS adalah partai besar yang terbukti mengundang perhatian partai-partai lain untuk membahasnya, bahkan melawannya. Kasus PILGUB DKI Jakarta adalah contohnya. PKS juga adalah satu-satunya partai Islam yang mampu menunjukkan soliditasnya pada tingkat pengamanan kebijakan partai. Olehnya itu, upaya mengecikan kekuatan dan melemahkan semangat kader-kader PKS menjadi agenda strategis semua pihak, terutama yang ingin menumpangkan rencana-rencana besarnya. Olehnhya itu isu yang paling murah dan laris untuk dijual adalah isu perpecahan.
Bahwa di tingkat DPP terjadi perbedaan cara pandang terhadap satu masalah, itu adalah hal yang biasa. Bahkan bukan hanya cara pandang yang ada tetapi juga perbedaan karater personal pengurus DPP, sebagaimana perbedaan karakter itu juga terjadi pada diri para sahabat Nabi saw seperti Umar bin Katthab dan Utsman bin Affan. Jika perbedaan pandang dan perbedaan karakter ini mau dibesarkan untuk dikelola sebagai sebagai sebuah isu perpecahan, maka itulah yang memang ditargetkan oleh musuh-musuh dakwah yang mungkin tanpa disadari juga telah merasuki beberapa kader.

2 komentar:

Evan Jaelani mengatakan...

assalamualaikum..
sebelumnya minta maaf klo salah tolong di luruskan.
klo menurut pandangan saya, walau bagaimanapun juga, islam jauh terlalu suci apabila dicampur adukkan dengan politik yang sangat kotor (menurut pandangan saya selama ini), jadi ya ga baik juga islam dijadikan objek untuk berkampanye. Karena nantinya sangat jauh lebih berat tanggung jawabnya (Dunia dan akhirat).

ANNAS mengatakan...

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu