T, A, R, dan Aku malam itu bersama menginap di kamarku. Maklum, kamarku sudah terbiasa menampung para ikhwah jomblo dan mahasiswa terlantar seperti mereka. Makanya aku sedang merancang Undang-Undang untuk itu. “Ikhwah jomblo dan mahasiswa terlantar dipelihara di kamarku”. Nanti diplenokan.
Obrolan tentang “masa depan” itulah tema pembicaran malam itu. Dengan sekantong Tahu isi + tempe tepung goreng menemani, mengurangi rasa dingin.
Sebelum obrolan inti terjadi, sebelum A datang ;
R : “Dari mana nt ?” tanyanya kepada T ketika pintu kamarku tiba-tiba dibuka dengan kedatangannya.
T : “Biasa akhiy, pertemuan meja bundar”
Aku : “Lho, kok cepat sekali ? Perasaan baru 15 menit yang lalu nt pergi dari sini ?”
R : “ Memang Apa agenda pertemuannya nt kah ? Jangan sampai Cuma Tilawah, salam, setelah itu Doa Robitha ?” menambahkan
“Whahahahaha........” Ketiganya tertawa lebar. Tanpa sadar belum ada yang sikat gigi. 3 sumber bau bercampur menjadi satu. Bau kangkung, bau ayam sabili, bau indo mie. Kalau bau yang masih alami mah, tidak apa-apa. Tapi ini bau yang ditimbulkan oleh makanan yang sudah diolah di dalam lambung berjam-jam yang lalu. Kira-kira terbentuk bau apa ya ??? bayangkan saja sendiri !
T : “bah, kan ane pergi jam 8 tadi dan sekarang sudah jam 11. Jangan-jangan kalian ini sudah pikun ya ?” katanya sambil tersenyum merasa menang.
Malam itu hujan turun dengan sederhana. Hanya rintik kecil yang ditiup angin pelan, menimbulkan suara berisik beraturan.
R : “Akh T, dengar-dengar sekarang nt masuk sebuah organisasi kepenulisan ya ? Ane jadi curiga nih”
T : “Curiga apaan ?”
Aku :”jujur saja T ! apa motif nt masuk lembaga kepenulisan itu ? Mau jadi cerpenis ? Atau ada motif lain ?”
T : “kalian ini selalu curiga padaku. Ada dendam apakah ? Kenapa setiap kali akau datang ke kamar ini, selalu aku yang kalian jadikan objek penderita ? Kalau benci, bilang benci. Kalau marah, bilang marah. Ada apakah sebenarnya ?” Katanya dengan nada yang tidak serius
R : “Aneh saja aku lihat. Tidak seperti T yang aku kenal”
T : “Nt ini selalu cari-cari masalah denganku. Suka sekali nt sengaja menggodaku, menjatuhkanku. Semua yang aku lakukan, pasti nt komentari dengan komentar yang aneh-aneh” kali ini sedikit serius. Eh, sedikiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttttttttt..... serius. Dan aku pikir, lebih banyak yang tidak seriusnya.
Suasana hening sesaat. Hanya sesaat. Ketika kembali R berkomentar kepada T ketika T mengambil satu buah buku di lemari bukuku. “Ayat Amat Cinta” Itulah judul buku yang dia ambil.
R : “Tuh kan bener. Dulu nt paling tidak suka membaca buku yang ada kata cintanya. Kalau nt ambil buku di rak itu, pasti buku-buku tentang pergerakan, muhasabah, atau fiqh” komentarnya membenarkan kecurigaannya
T : “Inikan buku humor R. Bukan buku cinta yang serius.”
R : “Jangan malu-malu ! kalau mau pinjam buku tentang cinta, bilang saja !”
Dan benar saja. Tidak lama setelah R mengeluarkan pernyataan itu, kini di tangan T sudah bertambah satu buku lagi. kali ini judulnya “Ayat-Ayat Cinta”.
T : “Ada lagi buku lain tentang cinta yg nt punya ?” tanyanya padaku. Dia tidak bergeming mendengar komentar R
Dan yang lebih mengejutkan lagi, dia bertanya apakah aku punya film KCB atau tidak. Katanya dia mau menontonnya. Padahal waktu aku dan R menontonnya dulu, T adalah orang yang paling banyak mengkritisi kenapa fil seperti itu menjadi tontonan kami. Bahkan dengan nada menjatuhkan, film-film bernuansa cinta dan romantis seperti itu, seharusnya dihindari.
R : “Whahahahaha.......... Ada apa denganmu kawan ??? Mahluk halus apa yang telah merasukimu? Ini bener dengan akh T kah ? atau saya sedang bermimpi ?”
T hanya tersenyum simpul (simpul mati). Mungkin sedikit sungkan bercampur malu setelah di tertawakan oleh R. Dan kini tidak ada pembelaan yang ia lontarkan.
Aku : “Banyak di sana. Cari saja sendiri ! Buku Cinta yang bagaimana ? Yang Melankolis, Romantis, atau yang membangun” jawabku dengan senyuman geli mendukung tawaan R.
T : “Pokoknya buku tentang cinta. Yang romantis kalau bisa”
R : “T.....T.... Itu buku sudah selesai di baca berabad-abad yang lalu. Nt ? baru baca sekarang. Itulah maksud kecurigaanku. Jujurlah ! Apa sebenarnya motifmu masuk ke organisasi kepenulisan itu ?”
Aku : “jangan-jangan ada............???” selidikku
T : “Kenapa sih, kalian ini suka sekali berpikir yang aneh-aneh kepadaku ? Begini salah, begitu salah. Jadi bingung” kali ini seriusnya lebih banyak. Tapi masih lebih banyak tidak seriusnya.
R : “cie....cie....cie....! mau berkelit ? sudahlah ! jangan cari-cari pembenaran ! ada apa sebenarnya ?” masih menyelidiki dengan senyuman isengnya menggoda
Mendengar celotehan kecurigaan itu, T menjadi gerah. Dia merasa tidak tahan lagi dengan desakan-desakan yang menyudutkannya. Tidak ada yang membelanya. Akhirnya dengan segala keterpaksaannya, dia melemah. T menarik napas panjang
T : “begini teman-teman, aku sekarang bercita-cita ingin membuat sebuah buku. Sudah ada idenya di kepalaku. Buku itu nanti akan bercerita tentang nt-nt semua dengan segala sifatnya. Nt tau apa judulnya ?” mencoba membuat Aku dan R penasaran.
Tapi aku tidak sedikitpun merasa penasaran. Mungkin begitu juga dengan R. Bahkan tidak pernah mengharapkan pertanyaan itu keluar.
Aku : “apa judulnya ?”
T : “Bujang-Bujang Melajang”
“Whahahahahaha..............!” Judul itu memecah tawaku dan R
Aku :”Jadul !” kataku sambil tertawa dengan pandangan ke arah T
T : “Kenapa tertawa ? Nanti di dalamnya akan ada cerita tentang R yang politikus yang ‘unik’, D yang romantis dengan ide-ide cintanya, A dengan segala pengabdiannya kepada sebuah cabang yayasan, S dengan jiwa khayal dan imajinasinya yang mengagumkan, Ss dengan kedewasaan dan kata-kata bijaknya yang ‘unik’ juga”
Aku dan R : “Dan tentang nt sang lelaki pemendam rasa. Whahahahahaha........” menambah volume tawaku dan R. Smentara T senyum-senyum mengiringi tawa kami berdua, sambil tertunduk asyik membaca buku.
Terpukul dan menderita, itulah kondisi T malam itu. Tidak berdaya. Apalagi kata-kata lelaki pemendam rasa yang baru saja dia dengar. Kata yang beberapa waktu lalu sempat menjadi status di wall Facebooknya. Kata T sih, status itu bukan dia yang tulis. Tapi temannya yang iseng. Seolah tidak peduli, sejak itu aku dan R sering memanggilnya dengan status itu.
R : “Tapi ah, aku masih tidak percaya kalau itu tujuanmu yang sebenarnya. Pasti ada tujuan lainnya ini. Ya Kan ?”
Aku : “Ya ! Masa mau buat tulisan seperti itu cari-cari buku cinta ? yang romantis lagi. Apa hubungannya ?”
T : “Wah, kalau sudah begini kalian memang selalu berpikir CURIGAISASI sama saya”
Aku : “berpikir apa nt bilang ?”
T : “Berpikir CURIGAISASI”
R : “Wah, istilah apa itu T ? Baru kudengar. Nt ambil dari kamus mana ? Kok tambah menjadi anggota organisasi kepenulisan, bahasanya nt jadi aneh-aneh ?”
T : “Itu ada di kamus Bahasa Indonesia akhiy. Makanya sering-sering buka kamus. Itu sama dengan kata Panfletisasi, spandukisasi, lifletisasi” katanya, merasa lebih dari T
Aku : “Jangan sampai sama juga dengan Organisasi, transmigrasi, irigasi ?” kataku memihak kepada R
“Whahahahaha..........” untuk kesekian kalinya aku dan R tertawa dan tentu ke arah T
T : “Terserahlah ! apa yang mau kalian bilang. Yang jelas sekarang aku mau jadi seorang penulis, cerpenis. Aku akan memasukkan tulisanku nanti di penerbitan kampus untuk di muat”
R : “Eiitttsss.... Urusan belum selesai. Pertanyaan kami belum nt jawab. Apa tujuan lain nt masuk organisasi penulisan itu ? Jangan-jangan nt mau jadi primadona ???
T : “apa lagi ? Sudah ku jelaskan. Tujuanku masuk organisasi kepenulisan itu adalah, aku ingin jadi penulis. itu saja”
Aku : “Terus, buku-buku tentang Cinta ?”
Tidak berdaya lagi. T mencari alasan baru
T : “Begini teman. Sebenarnya aku merasa ada yang kosong dan hampa dalam diriku ini. Dan aku ingin mengisinya” jelasnya dengan ekspresi wajah yang serius. Ah, tapi tidak serius-serius amat tuh.
Sementara Aku dan R mendengarkan dengan raut wajah yang menahan-nahan tawa. Kali ini ada sedikit penasaran. Penasaran tentang kosong dan hampa yang dimaksud T
T : “Aku merasa kosong dengan romantisme. Makanya aku mau mengisinya, supaya aku menjadi manusia yang romantis”
“Whahahahaha..........” Tawaku dan R yang kami sudah tidak tau untuk yang keberapa kalinya.
Kali ini tawa kami parah. Aku tertawa sambil memegang perutku. Sementara R tertawa sambil memukul-mukul lantai dengan telapak tangannya.
R : “T.....T.....nt aneh memang malam ini. Seorang kalem bicara Cinta. Dari anti cinta menjadi cari cinta” suaranya mengikuti irama tawanya.
Di tengah-tengah tawa kami, seseorang mengetok pintu kamarku. Aku segera membukanya. Dan ternyata A yang datang................
BERSAMBUNG................... (Curhat Umar Bakriy)
Menjadi Orang Romantis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
HAHA! Lucu abis....!!
Ini mah dah Ana baca Akh.
Ana tunggu lanjutannya ya....
Salam ma Ade' Monic!
^_^
enagih janji!
Katanya mo dilanjutin...
Posting Komentar