Parasnya cantik. Secantik Ainul Mardiyah Bidadari di syurga. Senyumnya manis. Bagiku tidak ada tandingannya. Walaupun aku tidak pernah melihat mudanya. Tapi aku tau, dari parasnya yang mulai menua, ibuku memang manis dan cantik. Dari dulu sampai sekarang. Sampai Ia bertemu dengan Rabbnya. Sampai ia menutup matanya. Sampai selembar kain putih menutup wajahnya untuk selamanya. Wajahnya masih cantik, putih bersih bercahaya.
“Ibumu dulu adalah orang yang sangat cantik. Cantik sekali. Dulu dia adalah bunga di desa ini. Makanya tidak heran kalau banyak lelaki yang mendatanginya setiap malam dengan beraneka bawaan di tangannya” Kata bibiku menceritakan.
“Pakaian yang Ibumu pakai, selalu rapi dan anggun. Tidak pernah berpakaian sembarangan, memakai pakaian yang lusuh. Dia selalu menjaga penampilannya. Apalagi kalau mau pergi ke suatu tempat atau acara-acara tertentu”
“Rambut ibumu Hitam Lurus. Berkilalu lebat dan panjang. Panjang sampai ke betisnya. Selalu ia rawat. Tidak pernah membiarkannya kusut, kering dan kusam. Walaupun perawatannya menggunakan minyak Orang-Aring saja. Makanya, banyak yang menyatakan cintanya pada ibumu hanya karena alasan rambutnya”
“Wajahnya putih bersih. Padahal, perawatan yang dia pakai, tidak selengkap pemutih atau perawatan masa kini. Bagian yang paling dia sukai adalah bagian mulut dan matanya. Selalu pakai celak hitamnya. Menambah memesona wajahnya. Giginya selalu dirawat. Sehingga terlihat putih berjejer beraturan”
“Sikapnya santun dan ramah kepada semua orang. Makanya sampai saat ini, belum pernah Bibi dengar dia punya musuh atau masalah dengan masyarakat yang lain. Selalu menyapa duluan ketika bertemu orang yang dikenalinya”
“Senyumnya selalu terbuka lebar. Senyuman tulus dan ikhlas. Memberi kehangatan bagi yang melihatnya. Mendatangkan kedamaian pada orang yang dituju. Selalu cerah dan berseri. Walaupun mungkin dia sedang menghadapi masalah. Tapi tidak dia tunjukkan kepada orang lain. Sikap dan sifatnya selalu sama dalam keadaan suka maupun duka”
“Dibalik kecantikannya, ibumu adalah seorang pekerja keras. Walaupun tidak lulus tsanawiyah, kinerjanya tidak kalah dengan orang-orang yang lebih tinngi pendidikannya. Selalu bersemangat dalam kerja. Selalu berjuang untuk sebuah tujuan. Baginya, bekerja adalah syarat untuk mencapai tujuan keberhasilan. Bahkan beberapa hari terakhir menjelang kepergiannya, ia masih menanyakan kondisi tanaman yang ia tanami di sawahnya. Bahkan, ia pernah mau keluar dari rumah sakit hanya untuk melihat perkembangan hasil kerjanya itu”
“Hingga akhirnya, ibumu menikah dengan bapakmu. Entah bagaimana ceritanya mereka berdua bisa menikah. Padahal pertemuannya tidak terlalu lama. Dibandingkan dengan orang lain yang sudah lama mau sama ibumu”
“Setelah menikahpun, ibumu tidak meninggalkan kebiasaan mudanya. Selalu dirawat dirinya. Hingga tidak menghilangkan pesona mudanya. Kerja kerasnyapun tidak pudar. Terlebih setelah kamu dan saudara-saudaramu lahir. Tujuannya hanya kalian. Alasannya hanya kalian. Keinginannya hanya kalian. Kerjanya hanya untuk kalian. Hanya untuk kalian. Aku pernah tinggal bersama ibu dan bapakmu sampai beberapa waktu sapai kamu terlahir”
Hanya butiran-butiran bening yang keluar dari mataku mendengar cerita tentang sosok Ibu.Dan sekarang, Ibu telah pergi bersma kecantikannya. Membawa segenggam cita-cita yang belum terlaksana. Meninggalkan kenangan yang tiada kan terulang.
Aku hanya bisa berdoa dan berharap, semoga kecantikannya akan ia bawa sampai ke syurga karena amalan-amalannya. Hingga mengalahkan kecantikan para bidadari-bidadari penghuninya.
Insan Teristimewa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Ibu...
Surgawon diunio
Posting Komentar